08 Januari 2011

KETUA DPRD SINGGUNG SOAL PENAMAAN JALAN

Jika anda bertandang ke kota Tarempa, ibu kota Kabupaten Kepulauan Anambas, dari kejauhan sebelum kapal merapat di dermaga akan terlihat sebuah jembatan di pesisir kota yang panjangnya kira-kira 1,5 km. Tapi jangan ditanya apa nama jembatan itu. Penduduk tempatan lazim memanggilnya jembatan SP.

SP sebetulnya adalah singkatan dari Semen Panjang, nama itu lahir dari spontanitas anak-anak muda yang sering nongkrong disana, karena tak tau bagaimana memanggil jembatan itu.

Hal ini lah agaknya yang membuat Amat Yani, ketua DPRD Anambas angkat bicara soal penamaan jalan dan tempat-tempat strategis di Anambas. Di Kabupaten baru ini khususnya di kota Tarempa bukan hanya jembatan SP yang tak bernama, tetapi juga pelabuhan laut. Sehingga dipanggil dengan sebutan berdasarkan kepemilikan atau penggunaannya. Misalnya pelabuhan yang bisa di gunakan sebagai tempat sandar KM.Bukit Raya disebut sebagai Pelabuhan Bukit Raya. Sedang yang lainnya disebut sebagai Pelabuhan Pemda, karena kebetulan dulu yang membangunnya adalah Pemda Natuna, tukas Yani ketika berbincang dengan penulis suatu ketika. Hal yang sama pernah juga disinggungnya dalam sambutan ketika mengantar pengesahan Ranperda APBD 2011, dan ketika diwawancarai wartawan Haluan Kepri beberapa waktu lalu.

Benar juga apa yang dikatakan politisi muda dari Partai Bulan Bintang itu. Soal nama memang tampaknya sepele, tapi itu menunjukkan identitas kita dan penghargaan kita terhadap karya pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu nama suatu tempat semisal jalan atau pelabuhan kerap dinamai dengan nama pahlawan atau orang-orang berjasa di tempat itu dulunya. Ini selain sebagai bentuk penghargaan terhadap suatu karya juga agar generasi sekarang lebih mengenal asal usul (sejarah) dan tidak lupa dengan jasa para pahlawan atau mereka yang berjasa itu tadi.

Di Anambas ada beberapa nama pahlawan/orang berjasa yang patut direkomendasikan untuk dijadikan nama jalan, jembatan, atau tempat-tempat strategis lainnya. Misalkan nama Ce' Wan Abdul Hayat atau yang bernama asli Lim Tau Kian itu adalah pimpinan pertama di negeri Siantan yang berkuasa pada abad ke XVI. Selain itu ada juga Kari Abdul Malik (Nakhoda Alang) seorang ulama dari Luwu (Sulsel) yang menyebarkan Islam di Siantan dan sekitarnya. Ada juga Opu Tanri Dahing Rilaka, bangsawan Luwu yang merantau ke Siantan, dan kelak anak cucu keturunannya secara turun temurun menjadi Yang Dipertuan Muda Kerajaan Riau. Datuk Dewa Perkasa juga adalah salah satu tokoh yang masyhur tentang peranannya membuka bandar Tarempa. Dalam bidang pendidikan ada pula Haji Muhammad Siantan yang hidup sezaman dengan Syeikh Abdul Malik bin Abdullah Terengganu/Tokku Pulau Manis (1650 M-1149 H/1736 M). Nama lain adalah Abdul Wahab Siantan yang tak lain guru dari pada Raja Ja'far (Yang Dipertuan Muda Riau ke VI). Ada nama Syeikh Abdullah bin Abdul Wahhab Siantan yang pernah mensyarah sebuah karya Syeikh Abdullah bin Muhammad Siantan yang diberi judul Bayanu Syirki li Ilahil Haqqil Maliki. Masih banyak lagi nama lainnya yang tentu saja perlu didiskusikan lebih jauh, sebab beberapa nama kemungkinan debatable tentang peranan dan kedudukannya, tapi yang pasti wacana penamaan jalan dan tempat-tempat strategis di Anambas perlu dikembangkan dan diimplementasikan.

2 komentar:

  1. hmmm..
    mau nanyak aje..tau dari mane sih, mende mende macam tok (yang sejarah sejarah tok la), name name khas bangsawan tok..
    hee
    dok suah dengo kami, dok penah di ojo kah kot sekolah,,
    penasaran aje...

    BalasHapus
  2. Hmm, di sekolahan memang tdk pernah diajarkan tg nama2 tokoh diatas, bkn saja krna pelajaran sjarah kt yg javacentris,tpi jg guru sjarah yg kurang peka dg sejarah lokal. Nama-nama diatas dapat Jordi jumpai dlm beberpa literatur, misalnya Sejarah Daerah Riau yang diterbitkan Balai Pustaka Jakarta, Orang Laut karya Prof. Mohd Zen,atau Datuk Kaya Tokong Pulau Tujuh karya Wan Tarhusin. Selain itu bs juga via searching di internet. Trimakasih Jordi komntarnya...

    BalasHapus