Hampir dua pekan, bencana jebolnya tanggul situ Gintung, Tangerang, Banten terjadi. Musibah yang menewaskan seratus korban lebih itu sungguh menyayat hati siapapun yang melihatnya. Bagi yang memiliki selaksa daya akan tergerak membantu meski hanya beberapa Rupiah. Sedang bagi yang papa cukuplah ia membantu dengan berdoa kepada Sang Khaliq, setidaknya begitulah kebajikan agama mengajarkan kita.
Bencana alam yang terjadi di negeri ini memang selalu menyedot perhatian. Serempak tanpa paksaan dan provokasi solidaritas bangsa kembali menguat, tiap elemen negara ini ingin mengulurkan bantuan tanpa terkecuali oleh partai politik. Maklum bencana kali ini terjadi hanya beberapa pekan jelang Pemilu 2009.
Namun, yang patut dikritisi pantaskah suasana duka justru dimanfaatkan untuk berkampanye. Tidakkah itu sama saja dengan bersenang diatas duka orang lain . Padahal kuat dugaan bahwa musibah situ Gintung terjadi karena human error akibat kurang awasnya pejabat publik akan keselamatan rakyat. Dan mereka yang kini menjadi pejabat publik bukankah juga orang-orang partai politik.
Hakikat Partai Politik
Keberadaan partai politik adalah sebuah keniscayaan dalam negara demokrasi modern. Secara teoritik ia berfungsi sebagai lembaga yang melakukan pendidikan politik, sebagai sarana partisipasi politik, pengatur konflik, komunikasi politik, serta aggregasi kepentingan. Dan yang paling utama ialah fungsi rekrutmen politik yakni mengantarkan anggota-anggotanya dalam jabatan publik; Bupati, walikota, Gubernur, Menteri, presiden, anggota legislatif dan lain sebagainya.
Pengklasifikasi fungsi daripada partai politik bukanlah bermakna bahwa ia lembaga yang hanya peka terhadap masalah-masalah politik tapi justru bertujuan memantapkan tradisi berdemokrasi dan kehidupan sosial dalam konteks bernegara. Sebab dengan demikian tampaklah perbedaan yang nyata antara parpol dengan elemen infrastruktur politik yang lain seperti LSM, kelompok kepentingan (interest group), elit, media massa, dan juga pressure group termasuk mahasiswa.
Bisa dibayangkan jika tidak ada pembagian tugas seperti itu, apa jadinya jika parpol berfungsi sebagai wadah para pemain sepak bola, sementara justru organisasi agama yang ikut Pemilu.
Parpol dan Aktivitas Sosial
Lalu jika demikian apakah parpol tidak boleh menjalankan fungsi sosial semisal ikut mendirikan posko atau mengirim sukarelawan ketika terjadi bencana seperti di situ Gintung. Jawabannya tentu saja boleh sepanjang tidak membawa atribut partai serta tidak pula dijadikan sebagai ajang kampanye dalam bentuk apapun. Sebab jika demikian adanya pasti akan sangat menyakiti hati rakyat, dan justru mempertontonkan sikap tidak profesionalnya partai politik tersebut.
Menurut penulis ada tiga cara paling elegan yang bisa dilakukan oleh parpol untuk menjalankan aktivitas sosialnya. Pertama, parpol yang ingin membantu bisa saja bekerja sama dengan lembaga seperti Palang Merah Indonesia atau Bulan Sabit Indonesia atau LSM tertentu yang jauh lebih berpengalaman dalam menangani bencana. Mereka tentu memiliki jaringan, mekanisme dan sistem kerja yang lebih mumpuni serta kemampuan koordinatif yang baik dibanding parpol yang hanya bergerak insidental dan cenderung bekerja sendiri-sendiri.
Kedua, parpol yang tetap ingin membantu secara mandiri bisa melakukannya dengan cara mendirikan organisasi atau badan khusus yang siap diturunkan kapanpun bila ada bencana. Mirip seperti under bow partai, namun tetap harus bekerja professional tanpa harus membawa bendera partai, mensosialisasikan nomor partai apalagi nama caleg. Jika kerja lembaga tersebut kredibel dan kontributif tentu rakyatlah yang akan memberi apresiasinya sendiri, pada gilirannya juga akan berimplikasi terhadap elektabilitas partai politik tersebut.
Ketiga, dan saya kira ini adalah yang paling penting yaitu mengembangkan alternatif solusi bagi penanggulangan bencana termasuk didalamnya antisipasi terhadap potensi bencana lewat proposal kebijakan publik yang diperjuangkan oleh wakil-wakil mereka diparlemen. Disaat yang bersamaan juga memainkan peran yang optimal dalam mengawasi kinerja pemerintah khsususnya yang terkait dengan kewajiban memberikan penjaminan rasa aman terhadap warga negara termasuk rasa aman dari bencana yang disebabkan oleh kelalaian manusia. Sebab seperti dikatakan sosiolog Johan Galtung, bila upaya mengantisipasi itu tak dilakukan secara sungguh-sungguh, apalagi tanpa upaya antisipasi, maka sesungguhnya kekerasan terhadap masyarakat telah terjadi.
Akhirnya kita berharap agar bencana demi bencana yang melanda negara ini, hendaknya dijadikan sebagai refleksi oleh para pemimpin negeri ini termasuk oleh parpol-parpol yang kini menebar simpati di Situ Gintung. Jangan sampai bencana yang terjadi karena kelalaian tokoh-tokoh parpol yang kini memimpin negara, justru digunakan pula oleh partai politik untuk merebut suara.
Bencana alam yang terjadi di negeri ini memang selalu menyedot perhatian. Serempak tanpa paksaan dan provokasi solidaritas bangsa kembali menguat, tiap elemen negara ini ingin mengulurkan bantuan tanpa terkecuali oleh partai politik. Maklum bencana kali ini terjadi hanya beberapa pekan jelang Pemilu 2009.
Namun, yang patut dikritisi pantaskah suasana duka justru dimanfaatkan untuk berkampanye. Tidakkah itu sama saja dengan bersenang diatas duka orang lain . Padahal kuat dugaan bahwa musibah situ Gintung terjadi karena human error akibat kurang awasnya pejabat publik akan keselamatan rakyat. Dan mereka yang kini menjadi pejabat publik bukankah juga orang-orang partai politik.
Hakikat Partai Politik
Keberadaan partai politik adalah sebuah keniscayaan dalam negara demokrasi modern. Secara teoritik ia berfungsi sebagai lembaga yang melakukan pendidikan politik, sebagai sarana partisipasi politik, pengatur konflik, komunikasi politik, serta aggregasi kepentingan. Dan yang paling utama ialah fungsi rekrutmen politik yakni mengantarkan anggota-anggotanya dalam jabatan publik; Bupati, walikota, Gubernur, Menteri, presiden, anggota legislatif dan lain sebagainya.
Pengklasifikasi fungsi daripada partai politik bukanlah bermakna bahwa ia lembaga yang hanya peka terhadap masalah-masalah politik tapi justru bertujuan memantapkan tradisi berdemokrasi dan kehidupan sosial dalam konteks bernegara. Sebab dengan demikian tampaklah perbedaan yang nyata antara parpol dengan elemen infrastruktur politik yang lain seperti LSM, kelompok kepentingan (interest group), elit, media massa, dan juga pressure group termasuk mahasiswa.
Bisa dibayangkan jika tidak ada pembagian tugas seperti itu, apa jadinya jika parpol berfungsi sebagai wadah para pemain sepak bola, sementara justru organisasi agama yang ikut Pemilu.
Parpol dan Aktivitas Sosial
Lalu jika demikian apakah parpol tidak boleh menjalankan fungsi sosial semisal ikut mendirikan posko atau mengirim sukarelawan ketika terjadi bencana seperti di situ Gintung. Jawabannya tentu saja boleh sepanjang tidak membawa atribut partai serta tidak pula dijadikan sebagai ajang kampanye dalam bentuk apapun. Sebab jika demikian adanya pasti akan sangat menyakiti hati rakyat, dan justru mempertontonkan sikap tidak profesionalnya partai politik tersebut.
Menurut penulis ada tiga cara paling elegan yang bisa dilakukan oleh parpol untuk menjalankan aktivitas sosialnya. Pertama, parpol yang ingin membantu bisa saja bekerja sama dengan lembaga seperti Palang Merah Indonesia atau Bulan Sabit Indonesia atau LSM tertentu yang jauh lebih berpengalaman dalam menangani bencana. Mereka tentu memiliki jaringan, mekanisme dan sistem kerja yang lebih mumpuni serta kemampuan koordinatif yang baik dibanding parpol yang hanya bergerak insidental dan cenderung bekerja sendiri-sendiri.
Kedua, parpol yang tetap ingin membantu secara mandiri bisa melakukannya dengan cara mendirikan organisasi atau badan khusus yang siap diturunkan kapanpun bila ada bencana. Mirip seperti under bow partai, namun tetap harus bekerja professional tanpa harus membawa bendera partai, mensosialisasikan nomor partai apalagi nama caleg. Jika kerja lembaga tersebut kredibel dan kontributif tentu rakyatlah yang akan memberi apresiasinya sendiri, pada gilirannya juga akan berimplikasi terhadap elektabilitas partai politik tersebut.
Ketiga, dan saya kira ini adalah yang paling penting yaitu mengembangkan alternatif solusi bagi penanggulangan bencana termasuk didalamnya antisipasi terhadap potensi bencana lewat proposal kebijakan publik yang diperjuangkan oleh wakil-wakil mereka diparlemen. Disaat yang bersamaan juga memainkan peran yang optimal dalam mengawasi kinerja pemerintah khsususnya yang terkait dengan kewajiban memberikan penjaminan rasa aman terhadap warga negara termasuk rasa aman dari bencana yang disebabkan oleh kelalaian manusia. Sebab seperti dikatakan sosiolog Johan Galtung, bila upaya mengantisipasi itu tak dilakukan secara sungguh-sungguh, apalagi tanpa upaya antisipasi, maka sesungguhnya kekerasan terhadap masyarakat telah terjadi.
Akhirnya kita berharap agar bencana demi bencana yang melanda negara ini, hendaknya dijadikan sebagai refleksi oleh para pemimpin negeri ini termasuk oleh parpol-parpol yang kini menebar simpati di Situ Gintung. Jangan sampai bencana yang terjadi karena kelalaian tokoh-tokoh parpol yang kini memimpin negara, justru digunakan pula oleh partai politik untuk merebut suara.
Sebenarnya kalau dalam situasi darurat bencana, semua elemen masyarakat boleh dan berhak mengulurkan bantuan asal ada koordinasi, agar bantuan tsb tepat guna dan tepat sasaran.
BalasHapusKalo di situ gintung disinyalir ada kampanye terselubung, kita harus bijak menyikapinya...yg jelas itu ulah 'oknum' yg memanfaatkan situasi, bukan dari program partai. Saya kira parpol tdk lah bodoh dg resiko disemprit panwaslu / kpk.
Sory salah ketik kpk, harusnya kpu. Tx
BalasHapusTerimakasi atas komennya pak dokter, mudah2an aja parpol ngebantuinnya dg tulus dan ikhlas.
BalasHapusPutra anambas
BalasHapussalam kenal buat abang ganteng dari anambas.
sebelumnya mungkin sudah kita ketahui bersama bahwa belum ada partai politik yang tumbuh dan berkembangn di dalam masyarakat ketika tidak dekat dengan pemilihan.kalau adapun itu hanya beberapa parpol saja. dan itupun tetap mengusung bendera partai.
dan memang pula benar adanya bahwa fungsi partai politik belum di laksanakan secara ideal sesuai dengan yang di harapkan.
mungkin saya ingin bertanya balik sama abang ganteng,
1. apakah indonesia bisa berubah apa bila sistem politiknya masih seperti ini? melihat dari sistem kepartaian yg terbangun saat ini.
2. apakah demokrasi yang terjadi di indonesia semakin menbawa kedewasaan politik di indonesia? dan berpengeruh terhadap pergeseran budaya politik di dalam masyarakat?
3. apakah akan terwujud parlement yang bersih dan pemerintahan yang sehat? atau hanya menjadi cita-cita mulia sepanjang masauntuk indonesia. melihat kondisi indonesia saat ini.
terima kasih sebelumny
Terimakasih mas atau mbak anonym atas komentnya. Sungguh berasa senang hati ini jika lain kali sudi mencamtumkan namanya.
BalasHapusPertanyaannya kayak lagi sidang sarjana ya..., tapi saya coba jawab dech.
1. Pertama, saya sangat yakin bahwa demokrasi adalah sistem yang paling cocok untuk Indonesia modern. Namun memang ada yang keliru dengan sistem kepartaian kita, meski kita menganut sistem pemerintahan presidensil tapi komposisi partainya bagaikan negara dg sistem parlementer. Konstitusi kita jg quasi parlementer. Menurut saya kalau kita mau berubah dalam konteks kepartaian tak ada cara lain kecuali dg menyederhanakan jumlah parpol. Mungkin kalo 3 sperti waktu zaman Orba terlalu sedikit untuk merepresentasikan realitas masyarakat Indonesia. Tapi yang jelas jumlahnya harus kurang dari 10.
2.Democracy is imperfect, but the answer to a defective democracy is more democracy, not less. (John Dewey). Sebenarnya demokrasi jg bukan sistem yang baru bagi negara kita. Sejak lama masyarakat di desa2 telah mempraktikkan demokrasi. Hanya saja praktiknya masih sederhana. Dalam hubungannya dengan budaya tentu sangat erat, dalam pengertian yang sederhana dapat dikatakan bahwa saat ini ada perpaduan yang dinamis antara lokal kultural dan demokrasi modern. Pembimbing tesis saya pernah melakukan kajian terhadap hal ini sewaktu beliau menuntaskan disertasinya. Ada yang menarik ternyata yang shok itu bukan masyarakatnya tapi para pengemban jabatan publik, karena selama ini mereka dijunjung bagai raja, apa yang diputuskan tak boleh diprotes. Sedang demokrasi memutarbalikkan.
3. Saya optimis parlemen yang bersih dan sehat bisa terwujud, dg catatan sistem rekrutmen parpol diperbaiki. Tapi yang jauh lebih penting adalah pendidikan politik untuk rakyat. Rakyat harus melek politik, kalo bahasanya bung Hatta harus ada keinsyarafan rakyat terhadap politik. Dalam demokrasi ada adagium, Vox populi vox Dei (Suara rakyat adalah suara Tuhan). Tapi kalo rakyatnya masih bodoh, masa Tuhannya jg ikut bodoh.
tanks bang atas jawabannya
BalasHapusabang boleh panggil saye sape aje?
saye orangnya biase aje bang tak mau terkenal.karene seye laki-laki abang boleh anggil saye pang aje lah.
memang betol kete abang bahwa di idonesia saat ini mungkin bise di katekan memakai merid sistem. memang demokrasi sangat ideal di laksanakan di indonesia saat ini hal itu juga mengingat bahwa negara indonesia sangat hetrogen dan di butuhkan ruang yang cukup besar untuk partisipasi masyarakat agar terwujudnya negara indonesia yang sejahtra dari sabang sampai merouke. namun bang celakanya demokrasi yang di pahami bangsa indonesia saat ini masih berkutak pada demokrasi prosedural.
bang bukankah dengan mengunakan multy partai meliatkan bahwa adanya ruang keterbukaan di dalam sistem kapartaian yang ada di indonesia? walaupun kite tau bersame bahwe banyaknya partai yang ada saat ini hanyelah partai-partai sempalan.
ketike saye melihat perjalanan multy partai di indonesia dan berkaca pada dinamika yag di lahirkan ole sistem multy partai maka saye sepakat dengan abang untuk merampingkan sistem keparaian kite saat ini.
menurut abang apakah ada indikasi pemerintah berniat untuk merampingkan sistem kepartain yang ade di indoensia saat ini. denan melihat regulasi yang di lahirkan pemerintah berkenaan dengan pemilu dan sistem kepartaian saat ini?
nanti sye lanjud lagi seye ade keje bento untuk sementare ini aje komen saye.
Untuk menuju ke demokrasi yang subtantif diperlukan waktu, Amerika butuh 200 tahun lebih. Kita tak perlu harus selama itu, oleh karenanya diperlukan akselerasi diantaranya adalah dengan pendidikan politik. Media, civil society organization, parpol, termasuk kita para blogger jg py peranannya masing2 dalam mengedukasi publik.
BalasHapusKeterbukaan dan kebebasan menyampaikan aspirasi adalah keniscayaan dalam sistem demokrasi, tapi tak harus dengan banyak partai. Apalagi trend nya tidak ada diferensiasi platform antar parpol.
Parlemen treshold 2,5 persen adalah ikhtiar yang kongret untuk penyederhanaan parpol, hanya saja politisi kita harus konsisten jangan sampai 5 tahun mendatang UU Pemilunya dirubah lagi.
memang bagi para kaum intelektual biasanya mengatakan bahwasannya butuh waktu untuk menuju demokrasi yang subtantif membandingkan dengan negara mbahnya demokrasi. katanya?
BalasHapusapakah amerika dulu juga mengalami apa yang kita alami ketika masuk pada sistem demokrasi?
apakah hetrogenitas bangsa indonesia yang terpisahkan oleh pulau-pulau bisa di samakan dengan negara bagian di amerika?
dalam melihat dan menilai perjalanan sistem demokrasi yang ada.
butuh berapa lama bangsa ini untuk menuju demokrasi yang ideal?
harus berapa generasi yang harus di korbankan?
untuk mencapai demokrasi yang ideal. kitike subtansi dari demokrasi itu sendiri belum di pahami bersame oleh bangsa ini.
karene menurut saye demokrasi indonesia sekarang adalah demokrasi yang di bajak oleh kapitalis.
meneruskan komentar saye?
2.memang ada benarnya yang abang sampaikan bahwa demokrasi sebenarnya bukan hal yang baru lagi bagi masyarakat desa ketika dilihat dari modal sosial masyarakat. namun kenapa demokrasi yang sudah ada di tataran pedesaan itu tidak dapat mendukung perjalanan demokrasi indonesia.
Ape karene modal sosial masyarakat desa telah luntur akibat dari arus modrenisasi.
ketike kite berkaca pade cine yang merupakan basicnya negara komunis tapi kenapa mampu menimbulkan demokrasi di tingkat desa?
kadang saye bingung bang same negara ni.
menurut saye demokrasi yang terjadi saat ini belum membawa kedewasaan politik bagi bangsa ini. dengan melihat hasil pemilihan legislatif kemaren.
dan untuk mencapai budaya politik subyektif secara kuantitas masih sangat jauh apa lagi ke partisipan.
3. memang ape yang di ketekan abang itu benar kite harus optimis bahwa parlemen kite suatu saat akan bersih kalau rekrutmen politik itu berjalan secara benar dengan memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. namun bang itu semue belum terjadi sampai saat ini.
jadi bise di katekah kite masih bermimpi, tapi mudah mudahan mimpi itu terwujud amin......
mungkin ape yang di katekan hungtington itu ade benarnya untuk melahirkan parlemen yang bersih maka kite harus memangkas generasi lama yang hidup pada periode sebelumnya. dan satu lagi tambahan saye bang lakukan desentralisai politik.
wasalam abang ganteng........ cepat sikit balek tpa jadi bupati anambas.
Thanks bang Anonim, saya suka dg komentar abang, cerdas, kritis, dan menukik. Siapapun abang, saya yakin pasti orang yang berpendidikan, smoga suatu masa kelak saya bisa bertemu abang dan mencuri ilmu dari abang.
BalasHapusAmerika dulu bahkan lebih parah lagi. Masih ingat bukan dg Civil War karena perbudakan (Padahal demokrasi menjamin Human Right). Perempuan di masa awal demokrasi AS bahkan tidak punya hak memilih. Martin Luther King, Jr sampai harus meregang nyawa untuk memperjuangakan kesetaraan bagi African Americans. Butuh 200 tahun lebih baru Barack Husein Obama diterima sebagai presiden. Those, process of democracy.
Indonesia dan Amerika tidak sama, tetapi pengalaman demokrasi mereka adalah pelajaran berharga untuk kita. Yang baik dipetik, yang buruk diantisipasi. (India adalah contoh demokrasi yang menarik jg, meski terseok2 pertumbuhan ekonomi mereka bs tumbuh sampai 8%)
Untuk menuju demokrasi ideal, butuh berapa lama ya....?yang jelas tak boleh terlalu lama. Transisi pasca Reformasi 10 tahun seharusnya sdh cukup.
Demokrasi dan Liberalisasi adalah dua hal yang berbeda. Kadang2 kita latah, tak ayal ada infiltrasi ideologi seperti abang sebutkan. Kalau kita mau konsisten dg demokrasi yang dicita2kan founding fathers, Kapitalisme n Liberalisme yang kebablasan (NO WAY)..
Demokrasi yang ada di tingkat desa, bukan tidak mendukung demokrasi dalam ranah yang lebih makro. Tetapi memang perlu kesesuaian2 dari demokrasi yang konvensional ke demokrasi yang lebih modern. Harus diakui Modernisasi (baca: westernisasi) dan sentralisasi ala Orba telah mematikan banyak local wisdom yang seharusnya bs mendukung kemandirian bangsa.
Desentralisasi politik sudah ada (otonomi daerah), tapi perlu dibenahi khususnya terkait dengan desentralisasi administrasi dan reformasi birokrasi.
Balek Anambas, jadi Bupati...ha...ha...ha..,jadi apepun boleh saje yang penting ikut mewarnai peradaban walau dalam bentuk yang paling kecil semisal ketua RT sekalipun. Because I believe, Everythings is local.
ahhhhhh abang terlalu berlebihan saye ni cume tamat SMA sampai saat ini belum dapt kerje.
BalasHapusseharusnye saye yang harus menimba ilmu same abang secara gelar abang jauh di atas saye ape lagi tulisan yang abang tulis sistematis dan ilmiah ingin rasenye belajar lebih banyak same abang.
sebelum sie maaf bang bukan saye ni belete tapi saye selalu tertarik untuk berdiskusi same abang ketike membace comen dari abang.buat menambah wawasan saye bang.wlaupun kite tak bise ketemu namun lewat blog ini saye dapat menimba ilmu dari abang.
boleh ken?
memang betol kate abang bahwe amerika butuh perjalanan panjang untuk menuju demokrasi yang partisipan saat ini. ape lagi di lihat dari perjuangan ras kilut hidap untuk bebas dari pendiskriminasian.
ketike kite melihat usaha Martin Luther King dalam memperjuangkan kesetaraan bagi bagi African Americans. bukankan itu sudah masuk dalam subtansi demokrasi. adenye kesetaraan. tapi di indonesia saat ini demokrasi lebih di lihat dari adanya pemilihan yang terbuka. terbukanya ruang publik untuk memilih. kebebasan berpendapat dan lain-lain.yang kadang-kadang semua tersebut saling berbenturan antara konsep dan implementasinye.
sepakat bang tapi sampai saat ini pelajaran demokrasi amerika yang baik seperti ape yang di ambil oleh bangsa ini. ape lagi di tengah ketimpangan sosial ekonomi yang kian sembraut di indonesia saat ini. karena perjalanan demokrasi tidak akan berjalan tanpa partisipasi dari masyarakat. bagaimana masyarakat kite dapat berpikiran sehat dan jernih untuk berpartisipasi ketike permasalahan yang di hadapi masyarakat sendiri cukup pelik.
perjalanan 10 tahun kirenye sudah cukup namun kenyataannya sampai saat ini kite baru mau berjalan dan bahkan bise di katekan belum berjalan. apekah karena kite tidak melalui instalisasi demokrasi yang benar? runtuhnya orde baru hanya di tandai oleh lengsernya sueharto namun orang-orang dekat seoharto masih duduk dan bahkan meneruskan roda pemerintahan tersebut. memang di buka ruang bagi masyarakat saat itu kebebasan pers dan lain-lain. namun itu hanye sebagai obat bagi masyarakat. secara suntansi tidak dilakukan reformasi secara menyeluruh. dan kental dengan campur tangan asing.
kenape saye katekan domokrasi indonesia adalah demokrasi yang di bajak oleh kapitalis.
saye berkace lensernye orba sangat erat dengan campur tangan asing akibat perlawanan para aktivis dan para tangki-tangki pemikir bangsa terhadap kapitalis, karena seperti yang kite ketahui awalnye masuk kapitalisasi di indonesia pada saat soeharto memimpin. kemudian masuk masa reformasi bangsa ini juga tidak bisa lepas dari untang dan lain-lain yang membuat nilai tawar indonesia lemah di mata asing.dan lapitalisasi pun berganti baju menjadi neoliberalisasi. lagi pula domokrasi di tandai dengan terbukanya ruang kebebasan bagi masyarakat yang dekat dengan persaingan individu yang lebih menguntungkan pemodal besar dan kian terpinggirnya masyarkat kecil dan dengan sendirinya membentuk ketimpangan sosial ekonomi dalam kehidupan bernegara.
kenape saye katekan befitu karena saye melihat pade tataran empiriknye begitu bang. lagi- lagi konsep kite hanye berupa mimpi yang selalu berbeda dalam implementasinye
dalam arti kate ketergantungan kite dengan negara asing blum bise di lepas sehingga intervensi asing masih sangat kuat. contoh Program PNPM yang nyata di rasakan manfaatnya bagi masyarakat itu juga di bantu dari world bank.
untuk desentralisasi politik maksud saye bukon produk politik. tapi desentralisasi di dalam partai politik. hal tersebut menindak lanjuti komen abang mengenai rekrudmen politik.
saye liat otoritas partai lebih bersifat sentralistik ke atasan. bukan sedikit orang yang mempunyai kemampuan tapi tidak loyal dengan partai khususnya pengurus partai maka akan terpinggir dengan sendirinya. ape lagi partai-partai besar. bentuk ring yang mereka bangun sangat sulit untuk kita dapat masuk kedalam apa lagi untuk merubah arah partai tersebut. berkaca pada partai politik saat ini.
wassalammmmmmmm.........
Thanks bang Anonim. Memang saya pun cukup prihatin dg kebijakan ekonomi kita yang menurut saya dijalankan oleh neo liberalist. Inilah yang saya sebut infiltrasi ideologi, demokrasi seolah2 identik dengan liberalisme kapitalisme. Saya bukan anti kapitalist, tapi menginginkan keseimbangan antar usaha besar dan kecil. Bagaimanapun kita perlu proteksi, dan itu yang tidak dilakukan rezim SBY. Terlalu pasar bebas. Padahal Amerika sekalipun yang kampiunnya demokrasi, mbahnya kapitalis itu jg melakukan proteksi pada sejumlah industri strategis, misalnya pertanian.
BalasHapusKalau masalah PNPM dibantu World Bank, itu malah bagus, karena memang hari gini kita tidak bisa menghindari dari globalisme. Yang terpenting bagaimana bernegosiasi sehingga memberikan kemaslahatan untuk kita, jangan sampai globalisme jadi gombalisme.
Desentralisasi dalam konteks kepartaian saya setuju. Partai2 yang tetap sentralistis, pada akhirnya akan tersingkirkan dalam Pilkada. Karena pengurus di daerah lah, yang lebih tau kans sang kandidat.
Oh ya, kok kita jadi panjang lebar ngomong demokrasi ya, bukannya artikel diatas ttg Situ Guntung. Tapi tak apa lah.
Satu lagi, mengenai demokrasi yang lebih merupakan kebebasan penyampaikan pendapat yang kadang2 terbentur antara konsep dan implementasinya...
Begini bang, demokrasi bukanlah obat untuk menyembuhkan segala persoalang negeri. Tetapi demokrasi memberi kita jalan dan posibilitas untuk menemukan solusi secara bersama. (Itu kalo ngga salah pernah di tulis Amartya Sen dalam bukunya Development as Freedom)
Oh ya, bukan maksud menggurui tapi sekedar sharing saja, tahun lalu saya pernah menulis di Batampos tentang Demokratisasi dan Desentralisasi. Tulisannya masih ada di arsip mail Cikeas. Coba saja buka google dan klik nama saya Adies Saputra.
memang betul kapitalis bukan untuk di lawan secara frontal, melaikan untuk di hadapi melihat kondisi saat ini.untuk menghadapi itu semua maka di butuhkan penguatan SDM di negara ini.dengan di imbangi oleh keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat melalui kebijakan-kebijakan yang pro terhadap masyarakat sesuai dengan kondisi masyarakat itu sendiri.
BalasHapusmungkin karena demokrasi dekat dengan libralisme dan kapitalisme.
namun kenyataanya sampai saat ini apakah seimbang antara usaha kecil dan usaha besar yang ada di indonesia. apakah pemerataan ekonomi sudah terjadi?
sektor-sektor penting sudah di kuasai oleh asing semua.
ye kalo kite katekah program pemerintah saat ini yang betul-betul mengena dengan masyarakat salah satunya PNPM. ketakutan saye teori defedensia semakin kuat. sehingga negara kita hanye di jadikan badut oleh asing.
kontrak ape yang di buat oleh sby kan kite tak tau.jangan-jangan ..............
sejatinye saye sependapat same abang. namun saye hanye mencoba untuk mempertajam analisis saye dalam memandang persoalan bangsa ini.dari segala di mensi yang ade. masa lulu dengan segala retorikanya, masa sekarang. dan masa yang akan detang.
sebelum die saye ucapkan trime kasih atas pelajaran yang abang berikan.turut menambah pengetahuan saye. dalam menganalisa.
mungkin nanti saye bace tentang konsep demokratisasi dan desentralisasi yang abang tulis.
ye saye tau name abang ades saputra, mahasiswa anambas sedang menyelesaikan studi S2 di bandung. anak dari H kasim. anak ke empat dari lima bersaudara. cucu pang sempok/aki oneng.
BETOL TAK??????????????????
ye nanti saye liat ye?
sangat senang berwacana same abang.
ye saye