Sabtu 2 Mei kemarin boleh jadi adalah hari yang paling menyedihkan bagi sebagian masyarakat di kecamatan Serasan, Kabupaten Natuna. Pasalnya KM Usaha Baru yang mengangkut sekitar 100-an orang penumpang tenggelam. Puluhan orang menjadi korban, dan enam orang diantaranya dipastikan meninggal dunia.
KM Usaha Baru tenggelam di depan pulau Serasan ketika mengangkut penumpang dari Serasan ke KM Bukit Raya yang akan menuju Tanjung Pinang, ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Karena kecamatan Serasan belum memiliki pelabuhan laut yang memadai untuk tempat bersandar kapal sebesar KM Bukit Raya yang berkapasitas 1500 penumpang, maka di perlukan sebuah kapal pengangkut yang berukuran agak kecil atau biasa disebut Pompong. Namun apa nyana KM Usaha Baru yang ketika itu bertugas sebagai pompong pengangkut, karena diterjang ombak dan angin kencang ketika hendak merapat ke KM Bukit Raya terhempas dan menambrak badan kapal hingga tenggelam. Puluhanpun orang tercebur ke laut.
Musibah tersebut tentu mengguratkan duka yang mendalam tidak hanya kepada keluarga korban, tapi juga bagi warga Serasan. Dari lubuk hati yang paling dalam saya ingin menyampaikan belasungkawa, semoga para korban meninggal diterima disisi Allah SWT, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan.
Namun sungguh tidak bijak rasanya jika pihak-pihak terkait hanya menjadikan musiban ini sebagai cerita duka belaka. Harus ada yang bertanggungjawab, dan yang lebih penting adalah keseriusan pemerintah daerah untuk betul-betul memperhatikan pelayanan publik bagi masyarakat khususnya yang menyangkut dengan pelayanan transportasi laut.
Memang sulit dipercaya, kecamatan (Onderdistrict) Serasan yang sudah eksis sejak zaman kolonial Belanda, kemudian setelah Indonesia merdeka masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Kepulauan Riau (kini Kabupaten Bintan), dan sejak tahun 1999 menjadi bagian dari kabupaten Natuna yang hingga kini telah berganti 3 kali Bupati, namun sampai sekarang belum juga memiliki sebuah pelabuhan laut yang layak.
Padahal baik pemerintah kabupaten Natuna ataupun pemerintah provinsi Kepulauan Riau memiliki anggaran daerah yang cukup besar. Pemerintah kabupaten Natuna misalnya tahun 2009 ini memiliki APBD 900 milyar lebih, sedang penduduknya hanya sekitar 60 ribu jiwa. Bahkan pada tahun 2006 APBDnya mencapai Rp. 1,3 trilyun. Sayangnya, pemerintah daerah setempat lebih mementingkan membangun proyek-proyek Mercu Suar seperti megak proyek Gerbang Utaraku yang menelan biaya hingga ratusan milyar Rupiah dari pada membangun proyek-proyek yang memiliki multiplyng effect seperti dermaga, jalan, jembatan, perumahan, dan pertokoan.
Selain itu, pemanfaatan sarana transportasi laut seperti pompong, baik yang berfungsi sebagai pompong pengangkut atau alat transportasi antar pulau belum memiliki standarisasi tertentu yang paling tidak dapat memenuhi standar keselamatan penumpang. Padahal bagi masyarakat kepulauan seperti di Natuna dan Anambas, pompong itu tak ubahnya seperti mobil bagi masyarakat di kota-kota besar. Jika pengendara mobil tak memakai seat belt bisa dikenakan denda, maka tak berlebihan juga rasanya kalau pompong diwajibkan memiliki pelampung. Sedang bagi pompong pengangkut seharusnya dipilih dari kapal motor yang berukuran agak besar berdasarkan suatu kriteria kelayakan tertentu yang sesuai untuk mengakut ratusan penumpang. Apalagi Natuna dan Anambas yang terletak di laut China Selatan itu terkenal berombak ganas. Pada musim utara bahkan bisa mencapai 3-4 meter.
Pemerintah daerah juga harus segera membangun dermaga yang layak, demi keselamatan dan pemenuhan terhadap hak-hak publik. Saat ini dibekas wilayah eks kewedanaan Pulau Tujuh (Natuna dan Anambas), hanya di Terempa dan Ranai yang sudah memiliki dermaga yang layak. Sedang lima kecamatan lainnya terpaksa masih harus menggunakan pompong pengangkut.
Peristiwa di Serasan memang kita anggap sebagai musibah, namun selayaknya musibah tersebut kita jadikan pelajaran berharga. Agar kedepan tak perlu lagi terjadi hal serupa, yang mana kontribusi terbesarnya adalah karena kelalaian kita. Kedepan jika terjadi musibah tak perlu menyalahkan alam, kitalah yang seharusnya berdamai (baca: menyesuaikan diri) dengannya.
KM Usaha Baru tenggelam di depan pulau Serasan ketika mengangkut penumpang dari Serasan ke KM Bukit Raya yang akan menuju Tanjung Pinang, ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Karena kecamatan Serasan belum memiliki pelabuhan laut yang memadai untuk tempat bersandar kapal sebesar KM Bukit Raya yang berkapasitas 1500 penumpang, maka di perlukan sebuah kapal pengangkut yang berukuran agak kecil atau biasa disebut Pompong. Namun apa nyana KM Usaha Baru yang ketika itu bertugas sebagai pompong pengangkut, karena diterjang ombak dan angin kencang ketika hendak merapat ke KM Bukit Raya terhempas dan menambrak badan kapal hingga tenggelam. Puluhanpun orang tercebur ke laut.
Musibah tersebut tentu mengguratkan duka yang mendalam tidak hanya kepada keluarga korban, tapi juga bagi warga Serasan. Dari lubuk hati yang paling dalam saya ingin menyampaikan belasungkawa, semoga para korban meninggal diterima disisi Allah SWT, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan.
Namun sungguh tidak bijak rasanya jika pihak-pihak terkait hanya menjadikan musiban ini sebagai cerita duka belaka. Harus ada yang bertanggungjawab, dan yang lebih penting adalah keseriusan pemerintah daerah untuk betul-betul memperhatikan pelayanan publik bagi masyarakat khususnya yang menyangkut dengan pelayanan transportasi laut.
Memang sulit dipercaya, kecamatan (Onderdistrict) Serasan yang sudah eksis sejak zaman kolonial Belanda, kemudian setelah Indonesia merdeka masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Kepulauan Riau (kini Kabupaten Bintan), dan sejak tahun 1999 menjadi bagian dari kabupaten Natuna yang hingga kini telah berganti 3 kali Bupati, namun sampai sekarang belum juga memiliki sebuah pelabuhan laut yang layak.
Padahal baik pemerintah kabupaten Natuna ataupun pemerintah provinsi Kepulauan Riau memiliki anggaran daerah yang cukup besar. Pemerintah kabupaten Natuna misalnya tahun 2009 ini memiliki APBD 900 milyar lebih, sedang penduduknya hanya sekitar 60 ribu jiwa. Bahkan pada tahun 2006 APBDnya mencapai Rp. 1,3 trilyun. Sayangnya, pemerintah daerah setempat lebih mementingkan membangun proyek-proyek Mercu Suar seperti megak proyek Gerbang Utaraku yang menelan biaya hingga ratusan milyar Rupiah dari pada membangun proyek-proyek yang memiliki multiplyng effect seperti dermaga, jalan, jembatan, perumahan, dan pertokoan.
Selain itu, pemanfaatan sarana transportasi laut seperti pompong, baik yang berfungsi sebagai pompong pengangkut atau alat transportasi antar pulau belum memiliki standarisasi tertentu yang paling tidak dapat memenuhi standar keselamatan penumpang. Padahal bagi masyarakat kepulauan seperti di Natuna dan Anambas, pompong itu tak ubahnya seperti mobil bagi masyarakat di kota-kota besar. Jika pengendara mobil tak memakai seat belt bisa dikenakan denda, maka tak berlebihan juga rasanya kalau pompong diwajibkan memiliki pelampung. Sedang bagi pompong pengangkut seharusnya dipilih dari kapal motor yang berukuran agak besar berdasarkan suatu kriteria kelayakan tertentu yang sesuai untuk mengakut ratusan penumpang. Apalagi Natuna dan Anambas yang terletak di laut China Selatan itu terkenal berombak ganas. Pada musim utara bahkan bisa mencapai 3-4 meter.
Pemerintah daerah juga harus segera membangun dermaga yang layak, demi keselamatan dan pemenuhan terhadap hak-hak publik. Saat ini dibekas wilayah eks kewedanaan Pulau Tujuh (Natuna dan Anambas), hanya di Terempa dan Ranai yang sudah memiliki dermaga yang layak. Sedang lima kecamatan lainnya terpaksa masih harus menggunakan pompong pengangkut.
Peristiwa di Serasan memang kita anggap sebagai musibah, namun selayaknya musibah tersebut kita jadikan pelajaran berharga. Agar kedepan tak perlu lagi terjadi hal serupa, yang mana kontribusi terbesarnya adalah karena kelalaian kita. Kedepan jika terjadi musibah tak perlu menyalahkan alam, kitalah yang seharusnya berdamai (baca: menyesuaikan diri) dengannya.
Benar sobat...moga musibah ini tdk terulang lg dan pemda setempat serius memperhatikan keselamatan mulai dr sekarang.
BalasHapusKita semua tidak menyangka akan terjadi musibah yang terjadi dipulau serasan khususnya di Kapal Bukit Raya....Mungkin salah satu kesalahan dari human error yang tidak memperhatikan safety pada manusia itu sendiri.....Seandainya kapal bukit raya masuk ke dalam area lampu merah dan hijau mungkin tidak akan terjadi musibah yang merenggut nyawa orang.......
BalasHapusOh ya skr bang adies tgl dmn?????Udah lama bgt tdk ktm.....
BalasHapusTo: Jingga. Terimakasih komentnya, pemda memang tak boleh main-main lagi.
BalasHapusTo: Martina. Terimkasih jg komentnya, abang sekarang masih di Bandung. Ye, kite dah lame tak ketemu. Ina dimane? Salam untuk bang Musa dan keluarga...
skr ina d jkt...oh slm dr martini(kakak ina)....ye ntr ina smpkan slm bt yasu musa dr bang adies....ape sdh menetap d bdg bang?
BalasHapus