12 Januari 2009

KEDAI KOPI DIMATA ORANG MELAYU

Duduk-duduk dikedai kopi adalah perkara yang lazim dilakukan orang-orang Melayu di Anambas. Tak peduli tua-muda, kaya-miskin, dengan berkawankan segelas kopi atau teh obeng (es teh manis) mereka larut dalam suasana dikedai kopi yang khas. Tapi buat PNS hati-hati jangan nongkrong dikedai kopi pada jam kerja, nanti dapat peringatan keras dari pak Bupati. Lagipula bukankah melayani masyarakat adalah tugas yang utama....!

Kedai kopi di Anambas biasanya mulai buka sejak habis shalat subuh, dan tutup menjelang maghrib, walaupun beberapa kedai kopi ada juga yang buka hingga larut malam. Gambar dibawah ini adalah suasana disalah satu kedai kopi  yang terletak di jalan Tanjung Terempa. Dari kiri ke kanan, Robby, saya sendiri, Emi, dan satu lagi Doddy yang sedang mengambil foto.

Kedai kopi berbeda dengan rumah makan atau cafe-cafe semacam Starbuck yang sering kita dapati di kota-kota besar. Orang-orang yang datang ke kedai kopi tujuan utamanya bukanlah untuk minum kopi atau makan siang, tapi biasanya hanya untuk waste the times alias mebuang-buang waktu. Memang kalau dilihat sekilas kesannya negatif. Mereka hanya duduk-duduk mengobrol tanpa melakukan hal yang produktif. Bagi orang luar yang berkunjung ke Anambas mungkin akan berpikir bahwa masyarakat disini "pemalas dan tukang bual".

Tapi hal tersebut tidak sepenuhnya benar, kedai kopi ternyata juga memegang peranan sosial yang cukup penting di Anambas. Kedai kopi bukan sekadar tempat untuk hang out tetapi juga merupakan sarana yang efektif untuk bersosialisasi. Selain itu kedai kopi juga merupakan pusat informasi bermacam aktivitas serta tempat berdiskusi, mulai dari soal agama, budaya, bisnis, politik, sampai urusan ranjang.

Seringkali kalau seorang Melayu Anambas mau mengetahui jadwal lelang tender suatu proyek, atau bahkan sekadar mau tau jadwal kapal masuk mereka merujuk informasi dari orang-orang yang sedang duduk di kedai kopi.

Tiap hari Senin, Kamis dan Sabtu, orang-orang yang tinggal diluar kota Terempa biasanya mengunjungi kota ini untuk berniaga, menjual hasil karet, cengkeh, ikan, atau untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari. Nah pada hari-hari yang lazim disebut "hari pasar" itu kedai kopi sangat ramai dikunjungi. Kedai kopi memang menjadi tempat yang nyaman untuk sekadar melepas lelah sambil menunggu pompong (perahu bermotor ukuran kecil) yang mengantarkan mereka ke Terempa untuk kembali lagi ke kampungnya masing-masing. Nah menjelang pemilu 2009, dan Pilkada Anambas tahun depan, kedai kopi lagi-lagi menjadi media atrraktif yang ramah, murah dan efektif. Mau menang pemilu, sila mengantri di kedai kopi.

3 komentar:

  1. ingat kopi jadi ingat mbah surip. menarik, budaya semacam ini. di banjar (banjarmasin) pun ada tradisi semacam ini yang disebut "mewarung". di kampung-kampung di hulu sungai budaya semacam ini masih hidup, di mana bada salat subuh di langgar, orang-orang mewarung atau mewadai, sekadar berbincang dan bertukar berita.

    BalasHapus
  2. Senang bisa bertukar cerita dengan Hajriansyah, saya berharap suatu hari nanti bisa ikut mewarung di Banjarmasin.

    BalasHapus