Kesabaran warga Tarempa, ibukota kota kabupaten Kepulauan Anambas benar-benar luar biasa, agaknya dapat dikategorikan memiliki tingkat kesabaran no. 47, yakni jenis kesabaran berkepanjangan dengan secuil harapan yang masih tersisa. Betapa tidak sudah 3 tahun ini listrik di kota tersebut bergilir. Jadwalnya bergilirnyapun macam-macam, sampai kini sudah benar-benar tak tentu arah.
Sudah sepekan ini listrik di kota Tarempa, dalam dua hari hanya 21 jam menyala sedang 27 jamnya mati. Jika dikumulasikan ini artinya dalam satu bulan listrik di Tarempa hanya menyala kurang dari 15 hari. Malah beberapa bulan lalu warga Tanjung Lambai, Tarempa, sempat tak kebagian listrik sama sekali alias mati total. Sungguh terlalu!!!.
Kondisi ini tentu saja amat merugikan masyarakat, terutama mereka yang memiliki kegiatan usaha. Belum lagi voltage yang lebih rendah dari standar 220 v juga dirisaukan warga karena berpotensi merusak peralatan elektronik mereka. Kekesalan bertambah jika PLN mematikan listrik lebih awal dari yang dijadwalkan, atau malah mati mendadak.
Beberapa waktu lalu saya sempat berbincang-bincang dengan salah seorang pekerja di PLN Tarempa, sungguh saya terkejut bukan kepalang bahwa ternyata selama ini PLN Tarempa hanya memiliki satu orang pegawai tetap (hanya kepala), sedang yang lainnya merupakan pegawai honorer biasa. Pikir saya bagaimana seandainya semua pegawai honorer yang ada di PLN itu serempak mengundurkan diri atau mendapatkan pekerjaan yang lain, tentu masyarakat yang menjadi korban.
Sebagai daerah baru yang sedang berkembang, pembangunan di Anambas saat ini sungguh bergeliat, amat disayangkan jika hal itu terhambat karena pasokan listrik yang jauh dari memadai. Alih-alih PLN mau menjangkau wilayah pulau-pulau diseloroh pelosok kabupaten Kepulauan Anambas, sedang didalam kota saja sepertinya jauh dari perhatian.
Saat ini dengan APBD yang berjumlah 600 milyar lebih, sedang jumlah penduduk yang hanya 45 ribu jiwa, serta luas wilayah yang relatif tidak begitu luas, sudah sepatutnya pemerintah setempat memikirkan solusi lain jika ingin mengatasi persoalan listrik di Tarempa, dan kabupaten Kepulauan Anambas pada umumnya. Misalnya saja melalui penyertaan modal daerah kepada PLN, pendirian perusahaan listrik daerah, atau membangun listrik berbasis komunitas, yang pasti agaknya PLN sudah tak lagi dapat dihandalkan sebagai satu-satunya perusahaan yang memasok listrik disini.
Sudah sepekan ini listrik di kota Tarempa, dalam dua hari hanya 21 jam menyala sedang 27 jamnya mati. Jika dikumulasikan ini artinya dalam satu bulan listrik di Tarempa hanya menyala kurang dari 15 hari. Malah beberapa bulan lalu warga Tanjung Lambai, Tarempa, sempat tak kebagian listrik sama sekali alias mati total. Sungguh terlalu!!!.
Kondisi ini tentu saja amat merugikan masyarakat, terutama mereka yang memiliki kegiatan usaha. Belum lagi voltage yang lebih rendah dari standar 220 v juga dirisaukan warga karena berpotensi merusak peralatan elektronik mereka. Kekesalan bertambah jika PLN mematikan listrik lebih awal dari yang dijadwalkan, atau malah mati mendadak.
Beberapa waktu lalu saya sempat berbincang-bincang dengan salah seorang pekerja di PLN Tarempa, sungguh saya terkejut bukan kepalang bahwa ternyata selama ini PLN Tarempa hanya memiliki satu orang pegawai tetap (hanya kepala), sedang yang lainnya merupakan pegawai honorer biasa. Pikir saya bagaimana seandainya semua pegawai honorer yang ada di PLN itu serempak mengundurkan diri atau mendapatkan pekerjaan yang lain, tentu masyarakat yang menjadi korban.
Sebagai daerah baru yang sedang berkembang, pembangunan di Anambas saat ini sungguh bergeliat, amat disayangkan jika hal itu terhambat karena pasokan listrik yang jauh dari memadai. Alih-alih PLN mau menjangkau wilayah pulau-pulau diseloroh pelosok kabupaten Kepulauan Anambas, sedang didalam kota saja sepertinya jauh dari perhatian.
Saat ini dengan APBD yang berjumlah 600 milyar lebih, sedang jumlah penduduk yang hanya 45 ribu jiwa, serta luas wilayah yang relatif tidak begitu luas, sudah sepatutnya pemerintah setempat memikirkan solusi lain jika ingin mengatasi persoalan listrik di Tarempa, dan kabupaten Kepulauan Anambas pada umumnya. Misalnya saja melalui penyertaan modal daerah kepada PLN, pendirian perusahaan listrik daerah, atau membangun listrik berbasis komunitas, yang pasti agaknya PLN sudah tak lagi dapat dihandalkan sebagai satu-satunya perusahaan yang memasok listrik disini.
Betul...betul....betul...
BalasHapusSudah selayaknye masyarakat Tarempa khususnya dan Anambas pada umumnya menjadi object nyata dari perusahaan yang diamanatkan sebagai penyalur hajat hidup orang banyak.....listrik....lah..
saem you di Tanjungpinang lebih teruk, macam minum obat 3x1 hari...
BalasHapuslame-lame kita yang sakit
Padahal kaya akan minyan dan gas, tapi kenapa fasilitas utama untuk masyarakat aja bisa keteteran yah? Listrik kan kebutuhan utama...
BalasHapusKemana aja APBDnya???
Lukman, sepakat..kalau ngga mampu katakan saja.
BalasHapusRizal, he..he..agaknya apotik2 pada laris.
Anonim, listrik yang monopoli kan PLN, walau Pemda tentu juga punya kapasitas untuk intervensi, dan agaknya skrg sudah mulai dilakukan.
Lah zaman die manfaatkah teknologi, kl ndok bs yg beso kite manfaatkah alam, pakai mikrohidro, morah n ramah lingkungan.
BalasHapus4893, ide yang baik tetapi tentu perlu pengkajian dan penelitian yang lebih dalam.
BalasHapusBile agek anambas nak maju ... jika hal ini aje tak bise diatasi. pade beso buol jok orang2 yang ade kot atas tu ... janji manes tapi ame lah duduk kot atas yang kot bowoh ne makin diinjak2 ... puuuiiihhh ...
BalasHapus