10 Januari 2010

GELIAT PEMBANGUNAN ANAMBAS TAK BOLEH ABAIKAN KALANGAN REMAJA

Ihwal pembangunan Anambas telah menjadi diskursus yang menarik diperbincangkan sejak lama, mulai dari sekadar obrolan di kedai kopi sampai kepada perbincangan di ruang-ruang formal. Tapi sayangnya hampir tak ada yang menyinggung soal pembangunan yang menyentuh kepentingan para remaja kecuali yang menyangkut hak-hak mereka untuk menikmati pendidikan di sekolahan secara lebih memadai, itupun banyak yang masih sebatas wacana.

Padahal kebutuhan para remaja tidak hanya soal urusan sekolah tetapi juga menyangkut kebutuhan akan ruang untuk berekspresi, hak-hak untuk menyalurkan kreatifitas dan hobby nya, termasuk hak-hak untuk mendapatkan perlindungan dari tekanan orang-orang dewasa serta kebijakan publik yang langsung ataupun tidak telah menafikkan eksistensi mereka sebagai manusia bebas dan merdeka.

Usia remaja adalah masa-masa yang kritis dan menentukan. Tak jarang seseorang jatuh dalam lembah hitam seperti narkoba, minum-minuman keras, bahkan seks bebas berawal dari usia remaja. Sebagaimisal data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2004 menunjukkan bahwa pengguna narkoba terbesar ada dikelompok usia 15-24 tahun. Sedang penelitian Yayasan Citra Anak Bangsa (YCAB) pada tahun 2002 mengungkapkan bahwa kelompok usia terbesar anak berpeksperimen narkoba pertama kalinya adalah 12-17 tahun. Tak kalah mengejutkan survei yang dilakukan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 2003 di lima kota besar menyatakan bahwa sebanyak 85 persen remaja 13-15 tahun mengaku telah berhubungan seks dengan pacar mereka. Kalau mau jujur kecendrungan yang demikian ini juga mendera sebagian remaja di kabupaten ini. Oleh karenanya problematika dan ancaman yang dihadapi para remaja perlu menjadi perhatian masyarakat terutama pemerintah daerah sejak dini.

Masalah ini dianggap perlu untuk diketengahkan, karena Anambas saat ini seakan sedang mengalami transformasi desa ke kota yang tengah “gila-gilanya”. Dewasa ini gempuran informasi yang masuk kesini demikian dahsyatnya seiring adopsi teknologi informasi ke wilayah ini. Perkembangan ekonomi dan sosial pasca pemekaran daerah juga berimplikasi pada kehidupan para remaja. Kalau bahasa anak sekarang jadi lebih gaul dan lebih ke kota-kotaan, kebutuhan-kebutuhan akan materi tersier juga jauh lebih meningkat, demikian juga tekanan-tekanan dalam pergaulan yang tak jarang melahirkan kecemburuan sosial dan goncangan mental. Kondisi seperti ini sudah semestinya diimbangi dengan ketersediaan sarana ataupun media yang dapat mengarahkan transformasi sosial para remaja kearah yang lebih konstruktif.

Namun sayangnya di Anambas para remaja tidak memiliki ruang yang memadai bagi penyaluran hasrat berekspresi, arena bermain dan berkreasi, bahkan di sekolah sekalipun. Gerakan Pramuka misalnya yang satu dekade lalu sangat berkembang di Anambas dan menjadi salah satu media penyaluran kreatifitas dan aksi sekarang seakan mati suri karena para pembinanya banyak yang sudah punya kesibukan lain atau mundur karena memang ditelan usia. Begitu juga terhadap kegiatan ekstra kurikuler lainnya seperti theatre, olah raga, sanggar tari dan lain sebagainya.

Ruang-ruang terbuka alami demikian juga adanya, laut di kota Tarempa yang dulu bersih sehingga menarik untuk dijadikan tempat rekreasi dan pelepas lelah siswa sekolah sekarang tampak kotor dengan sampah dan limbah. Ruang-ruang terbuka dan tanah bebas yang dulu adalah ruang untuk para remaja beraktivitas dan berolah raga sekarang sesak dengan bangunan milik warga. Sementara sarana pengganti seperti di kota-kota besar berupa mall, berbagai tempat kursus dan bimbingan belajar, billyard, karaoke, studio band, warnet, lapangan futsal, dan lain-lain masih nihil dari pandangan mata.

Kita patut bersyukur beberapa waktu lalu di Tarempa, ibukota kabupaten Kepulauan Anambas baru saja didirikan sebuah organisasi remaja masjid yang diprakarsai sejumlah ustadz muda. Sejak tiga minggu lalu bersama beberapa rekan sarjana lokal kami juga baru saja menghidupkan kembali sebuah radio FM komunitas, pendengar terbesar sudah bisa ditebak pastinya para remaja yang seolah-olah amat dahaga akan hiburan dan tempat “nongkrong” yang produktif. Tapi itu semua masih belum cukup, sentuhan tangan pemerintah tetap amat diperlukan bagi cakupan yang lebih luas.

Oleh karenanya melalui media ini saya ingin mengusulkan agar dalam rencana pembangunan kabupaten Kepulauan Anambas tahun depan perlu juga dipikirkan tentang kebutuhan para remaja. Adalah suatu perhatian yang luar biasa bagi para remaja jika Pemda setempat untuk tahap awal ini berkenan menyisihkan secuil dari dana pembangunan untuk mendirikan suatu gedung dan lapangan yang terintegratif seperti gelanggang remaja atau taman kota. Didalamnya mencakup lapangan futsal, theater, majalah dinding, sanggar tari, dan lain sebagainya.

Banyak bergaul dengan para remaja memberi saya input yang berharga tentang problematika dan kegelisahan yang mereka alami. Jangan sampai karena rata-rata mereka tak punya akses untuk beropini secara terbuka atau menyampaikan aspirasinya melalui pemilihan umum menjadikan mereka seakan termarginalkan dalam proses pembangunan. Mudah-mudahan dimasa-masa mendatang para remaja dapat ikut merasakan geliat pembangunan di salah satu kabupaten terkaya di Kepri ini, semoga..

Sebelumnya telah dimuat di harian Koran Peduli (KP) edisi 2 Januari 2010.

1 komentar:

  1. selamat siang Bpk/Ibu. saya David< mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi di Jakarta. saya mengambil jurusan Desain dan sekarang ada di semester 7. dalam tugas desain yang saya lakukan, kebetulan saya hendak mengambil Pulau Anambas sebagai tempat yang akan saya promosikan. jika berkenan apakah Bpk/Ibu mau untuk saya wawancara via email saja demi kevalidan data yang akan saya ajukan untuk tugas akhir. terima kasih atas perhatiannya.

    dvdjanson07@yahoo.com

    BalasHapus