Judul diatas saya kutip dari sebuah news article yang di publish Detik Bandung dot com pada Mei 2009 silam. Dalam artikel tersebut Detik mewartakan perihal kompetisi mahasiswa wirausaha yang diikuti oleh rekan saya Efrizal, anak jati Anambas yang sedang studi di salah satu sekolah tinggi ilmu ekonomi di Bandung. Dalam kompetisi tersebut Efrizal berimajinasi ilmiah tentang bagaimana mengubah pantai Padang Melang (baca: pantai-pantai di Anambas) yang tidak terawat menjadi seperti pantai-pantai di Bali. Lengkap dengan deskripsi kondisi alam, rancangan bisnis penginapan dan travel, serta analisis produk-produk pariwisata yang akan dijual berikut segmen marketnya. Syahdan, rancangan tersebut mengantar Efrizal sebagai pemenang ketiga dalam kompetisi itu.
Bali Punya Kuta, Anambas Punya Melang
Pariwisata di Bali memang luar biasa, setiap tahun sekitar empat juta wisatawan asing berkunjung kesini, belum lagi wisatawan domestiknya. Tak heran jika Pulau Bali dipilih menjadi pulau tujuan wisata terbaik pada tahun 2009 versi majalah Travel Leisure, mengungguli Pulau Galapagos, Pulau Cape Breton, Kauai dan Mount Desert Island, Maine. Sektor pariwisata di Bali juga mendatangkan devisa yang sangat besar sekitar 2,5 miliar dolar AS atau Rp 26 triliun per tahun, juga memberikan sumbangan terhadap PAD yang tak terbilang kecil. Sebut saja Badung, salah satu kabupaten di Bali mendapat sekitar Rp 500 miliar hanya dari pajak hotel dan restoran. Semua itu tentu saja belum termasuk efek berganda (multiplying effect) bagi perputaran ekonomi lokal.
Adakah cuma Bali yang eksotik dengan panoramanya. Kawan saya diatas bukan sedang mengada. Sebenarnya kepulauan Anambas juga tak kalah indah. Bila di Bali ada pantai Kuta, Jimbaran dan Tanjung Benoa, di Anambas punya Padang Melang, Temawan, dan Tanjung Momong. Di Bali ada Sanur yang menggoda penyuka snorkeling dan diving, di Anambas ada pulau Bawah. Jika di Bali ada pura Tanah Lot yang terletak di atas bongkahan batu karang di tepi samudra Hindia, Anambas juga punya Vihara Gunung Dewa Siantan yang dibangun kokoh menjulang diatas bebatuan yang menghadap laut China Selatan. Di Bali ada pulau Serangan yang oleh turis asing lazim dipanggil Turtles Island, di kita ada pulau Durai. Di Bali ada tarian beralur cerita seperti Barong dan Kecak Anambas punya Mendu dan Gobang. Di Bali ada gamelan, kita punya Gendang Siantan. Air terjun Gitgit, Melanting, dan Nungnung adalah kebanggaan warga Bali. Air terjun Temburun, Niraja, dan air terjun Air Bini adalah kepunyaan kita.
Public Policy di Balik Keunggulan Bali.
Memang tak adil membandingkan wisata Bali yang sudah bertahun-tahun dikembangkan secara professional dengan kepulauan Anambas yang baru saja menjadi daerah otonom sejak setahun lalu. Namun menjadikan Bali sebagai referensi pengembangan pariwisata kita amatlah reaslistik dan visioner.
Sepekan berpetualang sebagai backpacker di pulau Dewata itu memberi saya informasi yang berharga bagi sebuah short analysis tentang kebijakan pariwisata kita. Hemat saya setidaknya ada empat hal pokok yang menjadikan pariwisata di Bali cukup sukses. Pertama, adalah komitmen pemerintah pusat dan pemerintah lokal untuk menjadikan sektor pariwisata di Bali sebagai sektor unggulan. Kesungguhan hati ini betul-betul dilaksanakan secara konsisten bukan sekadar lips services. Hal ini misalnya dapat dilihat dari komitmen menjaga kondisi tetap aman serta pembangunan dan pemeliharaan sarana publik terutama jalan, jembatan, pelabuhan laut serta udara.
Kedua, adalah investasi. Mustahil Bali bisa berkembang pesat tanpa mengandalkan investasi domestik maupun asing. Kita semua pasti sepakat bahwa investasi amat penting bagi urat nadi perekonomian diberbagai bidang tanpa terkecuali pada tourism sector, namun kondisi seperti di Bali baru bisa ditiru jika iklim investasi kita sehat. Jangan sampai harga tanah mendadak melonjak beratus-ratus kali lipat melebihi kemampuan menghitung dengan akal sehat, sewaktu akan ada pembebasan lahan untuk pembangunan sarana dan prasarana penunjang pariwisata
Ketiga, Usaha pariwisata adalah usaha yang terintegratif, semuanya saling bahu membahu. Jika di Bali ada hotel berbintang hasil investasi kapitalis asing, selalu ada ruang buat koperasi desa misalnya penyediaan sarana bermain, pusat jajanan, souvenir sampai jasa spa dan pijat tradisional. Jika pemerintah membangun taman budaya, maka masyarakatlah yang berperan mengelolanya. Kebijakan pariwisata di Bali adalah contoh yang baik bagi sinerginya ketiga domain governance; pemerintah, sektor privat, dan masyarakat.
Keempat, adalah promosi. Bali amat terkenal, saking terkenalnya seorang kenalan dari negeri Paman Sam pernah mengira Bali is the country, and Indonesia is a part of Bali. Namun dalam promosi yang menjadi tolak ukur hendaknya bukan output (keluaran) tetapi outcome (hasil). Promosi baru bisa kita anggap berhasil jika ada impact yang perkembangannya dapat diamati secara statistik. Sayangnya promosi pariwisata kita selama ini bertitik tekan hanya kepada output. Tak kalah penting dalam promosi pariwisata di Bali yang patut kita tiru adalah kemampuan empowerment serta memproduksi barang dan keunggulan lokal menjadi sesuatu yang patut dijual.
Melirik Anambas, tentu saja kita punya potensi yang sangat prospektif. Disinilah pemerintah Kepulauan Anambas kedepan dituntut memiliki wawasan kepariwisataan dan kemaritiman yang bersinergi dengan spirit kewirausahaan. Mudah-mudahan imajinasi ilmiah kawan saya diatas suatu masa kelak benar-benar menjadi fakta yang tak terbantahkan.
Sebelumnya telah di muat di Koran Umum Anambas Pos, edisi 7, November 2009.
Bali Punya Kuta, Anambas Punya Melang
Pariwisata di Bali memang luar biasa, setiap tahun sekitar empat juta wisatawan asing berkunjung kesini, belum lagi wisatawan domestiknya. Tak heran jika Pulau Bali dipilih menjadi pulau tujuan wisata terbaik pada tahun 2009 versi majalah Travel Leisure, mengungguli Pulau Galapagos, Pulau Cape Breton, Kauai dan Mount Desert Island, Maine. Sektor pariwisata di Bali juga mendatangkan devisa yang sangat besar sekitar 2,5 miliar dolar AS atau Rp 26 triliun per tahun, juga memberikan sumbangan terhadap PAD yang tak terbilang kecil. Sebut saja Badung, salah satu kabupaten di Bali mendapat sekitar Rp 500 miliar hanya dari pajak hotel dan restoran. Semua itu tentu saja belum termasuk efek berganda (multiplying effect) bagi perputaran ekonomi lokal.
Adakah cuma Bali yang eksotik dengan panoramanya. Kawan saya diatas bukan sedang mengada. Sebenarnya kepulauan Anambas juga tak kalah indah. Bila di Bali ada pantai Kuta, Jimbaran dan Tanjung Benoa, di Anambas punya Padang Melang, Temawan, dan Tanjung Momong. Di Bali ada Sanur yang menggoda penyuka snorkeling dan diving, di Anambas ada pulau Bawah. Jika di Bali ada pura Tanah Lot yang terletak di atas bongkahan batu karang di tepi samudra Hindia, Anambas juga punya Vihara Gunung Dewa Siantan yang dibangun kokoh menjulang diatas bebatuan yang menghadap laut China Selatan. Di Bali ada pulau Serangan yang oleh turis asing lazim dipanggil Turtles Island, di kita ada pulau Durai. Di Bali ada tarian beralur cerita seperti Barong dan Kecak Anambas punya Mendu dan Gobang. Di Bali ada gamelan, kita punya Gendang Siantan. Air terjun Gitgit, Melanting, dan Nungnung adalah kebanggaan warga Bali. Air terjun Temburun, Niraja, dan air terjun Air Bini adalah kepunyaan kita.
Public Policy di Balik Keunggulan Bali.
Memang tak adil membandingkan wisata Bali yang sudah bertahun-tahun dikembangkan secara professional dengan kepulauan Anambas yang baru saja menjadi daerah otonom sejak setahun lalu. Namun menjadikan Bali sebagai referensi pengembangan pariwisata kita amatlah reaslistik dan visioner.
Sepekan berpetualang sebagai backpacker di pulau Dewata itu memberi saya informasi yang berharga bagi sebuah short analysis tentang kebijakan pariwisata kita. Hemat saya setidaknya ada empat hal pokok yang menjadikan pariwisata di Bali cukup sukses. Pertama, adalah komitmen pemerintah pusat dan pemerintah lokal untuk menjadikan sektor pariwisata di Bali sebagai sektor unggulan. Kesungguhan hati ini betul-betul dilaksanakan secara konsisten bukan sekadar lips services. Hal ini misalnya dapat dilihat dari komitmen menjaga kondisi tetap aman serta pembangunan dan pemeliharaan sarana publik terutama jalan, jembatan, pelabuhan laut serta udara.
Kedua, adalah investasi. Mustahil Bali bisa berkembang pesat tanpa mengandalkan investasi domestik maupun asing. Kita semua pasti sepakat bahwa investasi amat penting bagi urat nadi perekonomian diberbagai bidang tanpa terkecuali pada tourism sector, namun kondisi seperti di Bali baru bisa ditiru jika iklim investasi kita sehat. Jangan sampai harga tanah mendadak melonjak beratus-ratus kali lipat melebihi kemampuan menghitung dengan akal sehat, sewaktu akan ada pembebasan lahan untuk pembangunan sarana dan prasarana penunjang pariwisata
Ketiga, Usaha pariwisata adalah usaha yang terintegratif, semuanya saling bahu membahu. Jika di Bali ada hotel berbintang hasil investasi kapitalis asing, selalu ada ruang buat koperasi desa misalnya penyediaan sarana bermain, pusat jajanan, souvenir sampai jasa spa dan pijat tradisional. Jika pemerintah membangun taman budaya, maka masyarakatlah yang berperan mengelolanya. Kebijakan pariwisata di Bali adalah contoh yang baik bagi sinerginya ketiga domain governance; pemerintah, sektor privat, dan masyarakat.
Keempat, adalah promosi. Bali amat terkenal, saking terkenalnya seorang kenalan dari negeri Paman Sam pernah mengira Bali is the country, and Indonesia is a part of Bali. Namun dalam promosi yang menjadi tolak ukur hendaknya bukan output (keluaran) tetapi outcome (hasil). Promosi baru bisa kita anggap berhasil jika ada impact yang perkembangannya dapat diamati secara statistik. Sayangnya promosi pariwisata kita selama ini bertitik tekan hanya kepada output. Tak kalah penting dalam promosi pariwisata di Bali yang patut kita tiru adalah kemampuan empowerment serta memproduksi barang dan keunggulan lokal menjadi sesuatu yang patut dijual.
Melirik Anambas, tentu saja kita punya potensi yang sangat prospektif. Disinilah pemerintah Kepulauan Anambas kedepan dituntut memiliki wawasan kepariwisataan dan kemaritiman yang bersinergi dengan spirit kewirausahaan. Mudah-mudahan imajinasi ilmiah kawan saya diatas suatu masa kelak benar-benar menjadi fakta yang tak terbantahkan.
Sebelumnya telah di muat di Koran Umum Anambas Pos, edisi 7, November 2009.
sebenranrnya daerah kita tidak jauh jika dibandingkan dengan daerah lainnya, hanya karena daerah kita masih potensi berarti belum tersentuh untuk dijadikan tujuan wisata.
BalasHapussemoga dengan lahirnya kab. baru bisa membuat hal itu terwujut...selamat bang...
Thnks brther.......
BalasHapusMoga Je ape yg kite impikan terwujud (amien)
@ijal....
SEKALI LAGI SY MASIH PRIHATIN DENGAN RPUBLIK INI,HEMAT SAYA SUNGGUH TERAMAT SULIT MAU MENGEMBANGKAN OBJEK - OBJEK YANG ADA UNTUK SEPERTI BALI ATAU SETINGKAT DI BAWAH BALI...KENAPA ? SY TIDAK BISA UNGKAPKAN ...SILE CARI SENDIRI...INDIKASI...1. KENAPA ZAMAN NATUNA POTENSI PULAU BAWAH TAK TERGALI,SAAT ITU INVESTOR SUDAH DATANG DAN SIAP DENGAN MOU NYA, KENAPA MEREKA MUNDUR..?..KENAPA TERBONGKAR KASUS JUAL BELI PULAU BAWAH TERUNGKAP ?, KENAPA TAK ADA FASILITAS PENDUKUNG DI PANTAI MELANG ? SEMUA TELAH TERENCANA TETAPI ADA SEBUAH SISTEM YG TAK INGIN SEMUA INI BERJALAN TIDAK SEBAGI MANA MESTINYA, SAMPAI YANG PALING TERAGIS KITA MAU DIJADIKAN TEMPAT / ALUR PERAIRAN LATIHAN PERANG...NASIB LAH LAMBAT NAK MAJU
BalasHapussetuju pak raje hermansyah.....
BalasHapussebenarnye masyarakat kite tak bodoh...
cume masyarakat kite nak saje dibodoh-bodohi....hanye untuk kepentingan sekalangan semate.
kami akan survey kesana...
BalasHapusdan jika didukung oleh putra daerah maka kita akan cari solusi utk mengembangkan potensi yang ada..
semoga sukses..
sr.akbar
GMPB Indonesia
Sentral Monitoring Informasi
gmpb.indonesia@yahoo.com