Angin di Kepulauan Anambas bertiup spoi-spoi, hari itu laut tak begitu ganas sehingga banyak warga masyarakat duduk-duduk bersantai di beranda rumah. Anak-anak muda lebih suka naik kendaraan bermotor atau sekadar mengayuh sepeda keliling kota Terempa. Sambil duduk-duduk ditepian dermaga sekilas saya memandang kebawah laut. Bukan rinyu atau tamban yang kulihat tetapi sampah-sampah plastik yang bertebaran.
Ironis sungguh padahal tanggal 21 Februari yang lalu kementrian Lingkungan Hudup baru saja mengkampenyekan hari peduli sampah. Tanggal tersebut diambil untuk mengingatkan kita betapa sampah dapat menjadi bencana besar, itulah yang menimpa masyarakat di TPA Lewigajah, Bandung beberapa tahun yang lalu. Namun kampanye hari peduli sampah tak menggema sampai ke Anambas.
Sampah-sampah yang berserak dilaut Anambas adalah akibat dari prilaku Not In My Back Yard (NIMBY) alias asal tidak dihalaman rumah saya, maka sampah boleh dibuang dimana saja termasuk laut. Inilah kebiasaan buruk masyarakat Indonesia tak terkecuali oleh masyarakat di kabupaten Kepulauan Anambas. Prilaku tersebut harus dihentikan, sebab sampah dilaut bukan saja merusak keindahan lingkungan sekitar kita, serta berprotensi menggangu kesehatan kita, tetapi juga berpotensi merusak kelangsungan habitat berbagai jenis biota laut yang selama ini menjadi lahan rezeki masyarakat Anambas. Agaknya pantun berikut cocok untuk menggambarkan bahaya ini.
Sebatang pelepah di tebang orang
Jatuh tertimpa perigi batu
Jangan sampah sembarang dibuang
Alam merajuk kite yang pilu
Ada cerita menarik soal sampah-sampah yang berserakan dilaut Anambas. Beberapa waktu lalu kawan saya yang bekerja di kantor camat Siantan pernah menagih kepada warga, uang pungutan atas jasa pemungutan sampah. Seorang wanita paruh baya pernah enggan membayar tagihan yang hanya beberapa lembar uang ribuan rupiah itu, alasannya karena dia tidak pernah membuang sampah ditong sampah yang disediakan oleh Pemda. Kawan saya bertanya, lalu kemana sampah rumah tangga anda dibuang, dengan enteng ia menjawab, kami membuangnya ke laut. Ini artinya kesadaran akan lingkungan memang harus kita bangun sejak dini, dan saya pikir bukan hanya Pemda tetapi juga civil society dan privat sector punya tanggung jawab yang sama.
Patut disyukuri bahwa, pada Musrenbang Desember 2008 yang lalu Pemkab Kep. Anambas merencanakan pembangunan TPA, mudah-mudahan saja dapat segera terealisasi. Tetapi pembangunan TPA saja tidak cukup tanpa dibarengi komitmen dan langkah yang holistik dalam mengatasi persoalan sampah.
Berikut saya ingin menyampaikan sejumlah saran kepada Pemerintah kabupaten Kepulauan Anambas terkait pengelolaan sampah di daerah ini...
Jangka Pendek
(1) Menyediakan tong-tong sampah ditempat-tempat yang mudah dijangkau.
(2) Melakukan sosialisasi kepada masyarakat lewat sekolah-sekolah dan rumah-rumah ibadah, atau forum-forum pengajian tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup khususnya agar menghentikan prilaku NYMBY.
(3) Memasang spanduk, atau iklan di jalan-jalan protokol tentang himbauan agar tidak membuang sampah disembarang tempat, dan perlunya menjaga lingkungan hidup.
(4) Segera merealisasikan pembangunan tempat pembuangan akhir.
Jangka Menengah dan Jangka Panjang
(1) Menerbitkan Perda tentang Kebersihan, Ketertiban dan Keindahan (K3) serta mengimplementasikannya secara efektif.
(2) Bersama-sama dengan warga membentuk Laskar Biru yang bertugas memungut sampah dilaut dalam priode tertentu dengan menggunakan speat boat.
(3) Membuat program bersih kota, dimana mengharuskan tiap-tiap kecamatan menyelenggarakan kegiatan gotong royong sekurang-kurangnya satu kali dalam empat bulan.
(4) Menyelenggarakan perlombaan kebersihan lingkungan hidup untuk merebut adipura Anambas setiap tahunnya yang meliputi perlombaan tingkat desa/ kelurahan dan kecamatan. Desa/ kelurahan yang terbaik mendapat tambahan anggaran dalam APBD tahun berikutnya sementara desa/ kelurahan yang terburuk mendapat pengurangan anggaran. Terapkan reward and punishment.
(5) Membuat pemisahan tong sampah organik dan non organik.
(6) Membangun sarana pengolahan limbah yang memungkinkan sampah-sampah dapat di recycle.
Ironis sungguh padahal tanggal 21 Februari yang lalu kementrian Lingkungan Hudup baru saja mengkampenyekan hari peduli sampah. Tanggal tersebut diambil untuk mengingatkan kita betapa sampah dapat menjadi bencana besar, itulah yang menimpa masyarakat di TPA Lewigajah, Bandung beberapa tahun yang lalu. Namun kampanye hari peduli sampah tak menggema sampai ke Anambas.
Sampah-sampah yang berserak dilaut Anambas adalah akibat dari prilaku Not In My Back Yard (NIMBY) alias asal tidak dihalaman rumah saya, maka sampah boleh dibuang dimana saja termasuk laut. Inilah kebiasaan buruk masyarakat Indonesia tak terkecuali oleh masyarakat di kabupaten Kepulauan Anambas. Prilaku tersebut harus dihentikan, sebab sampah dilaut bukan saja merusak keindahan lingkungan sekitar kita, serta berprotensi menggangu kesehatan kita, tetapi juga berpotensi merusak kelangsungan habitat berbagai jenis biota laut yang selama ini menjadi lahan rezeki masyarakat Anambas. Agaknya pantun berikut cocok untuk menggambarkan bahaya ini.
Sebatang pelepah di tebang orang
Jatuh tertimpa perigi batu
Jangan sampah sembarang dibuang
Alam merajuk kite yang pilu
Ada cerita menarik soal sampah-sampah yang berserakan dilaut Anambas. Beberapa waktu lalu kawan saya yang bekerja di kantor camat Siantan pernah menagih kepada warga, uang pungutan atas jasa pemungutan sampah. Seorang wanita paruh baya pernah enggan membayar tagihan yang hanya beberapa lembar uang ribuan rupiah itu, alasannya karena dia tidak pernah membuang sampah ditong sampah yang disediakan oleh Pemda. Kawan saya bertanya, lalu kemana sampah rumah tangga anda dibuang, dengan enteng ia menjawab, kami membuangnya ke laut. Ini artinya kesadaran akan lingkungan memang harus kita bangun sejak dini, dan saya pikir bukan hanya Pemda tetapi juga civil society dan privat sector punya tanggung jawab yang sama.
Patut disyukuri bahwa, pada Musrenbang Desember 2008 yang lalu Pemkab Kep. Anambas merencanakan pembangunan TPA, mudah-mudahan saja dapat segera terealisasi. Tetapi pembangunan TPA saja tidak cukup tanpa dibarengi komitmen dan langkah yang holistik dalam mengatasi persoalan sampah.
Berikut saya ingin menyampaikan sejumlah saran kepada Pemerintah kabupaten Kepulauan Anambas terkait pengelolaan sampah di daerah ini...
Jangka Pendek
(1) Menyediakan tong-tong sampah ditempat-tempat yang mudah dijangkau.
(2) Melakukan sosialisasi kepada masyarakat lewat sekolah-sekolah dan rumah-rumah ibadah, atau forum-forum pengajian tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup khususnya agar menghentikan prilaku NYMBY.
(3) Memasang spanduk, atau iklan di jalan-jalan protokol tentang himbauan agar tidak membuang sampah disembarang tempat, dan perlunya menjaga lingkungan hidup.
(4) Segera merealisasikan pembangunan tempat pembuangan akhir.
Jangka Menengah dan Jangka Panjang
(1) Menerbitkan Perda tentang Kebersihan, Ketertiban dan Keindahan (K3) serta mengimplementasikannya secara efektif.
(2) Bersama-sama dengan warga membentuk Laskar Biru yang bertugas memungut sampah dilaut dalam priode tertentu dengan menggunakan speat boat.
(3) Membuat program bersih kota, dimana mengharuskan tiap-tiap kecamatan menyelenggarakan kegiatan gotong royong sekurang-kurangnya satu kali dalam empat bulan.
(4) Menyelenggarakan perlombaan kebersihan lingkungan hidup untuk merebut adipura Anambas setiap tahunnya yang meliputi perlombaan tingkat desa/ kelurahan dan kecamatan. Desa/ kelurahan yang terbaik mendapat tambahan anggaran dalam APBD tahun berikutnya sementara desa/ kelurahan yang terburuk mendapat pengurangan anggaran. Terapkan reward and punishment.
(5) Membuat pemisahan tong sampah organik dan non organik.
(6) Membangun sarana pengolahan limbah yang memungkinkan sampah-sampah dapat di recycle.
begitulah budaya hidup masyarakat kita yang susah dirubah,apalagi yang tinggal di pelantar
BalasHapussemoga bukan menunggu musibah dahulu mereka bisa berubah
tuan di tarempa atau di mananya ?
tetangga sebelah rumah saya orang tarempa
Saye di Terempa, tetapi skarang lg study di Bandung. Salam untuk tetangga sebelah rumah.
BalasHapusmemang sampah adalah sesuatu yang berasal dari manusia itu sendiri...sampah juga bisa dimanfaatkan untuk kemakmuran manusia, kembali lagi pada manusianya itu sendiri, mau tidak untuk berbuat ???
BalasHapushehe, ape nie target tentang sampah untuk daerah-daerah kite..
pengamatan yang bagus putra anambas. memang untuk menjaga kebersihan itu susah walau kebersihan bagian dari iman.... terus menulis. salam.
BalasHapusTerimakasih saudaraku Fuad. Insya Allah jika semua elemen (pemerintah, privat sector, dan masyarakat) berkomitmen dg tanggung jawabnya masing2 pasti bisa diatasi.
BalasHapusSubhanallah!!
BalasHapusgood patterned thinking. . .
good delivery. . .
semoge anambas kite bise beseh lahir bathin bang.
tu harapan kite semue,bukon macam tu???
SALUTE...
NIMBY itu artinya masa ghitu??
BalasHapus. Kondisi tersebut akan menyebabkan setiap proyek yang dianggap akan mengusik keselamatan masyarakat dan lingkungan ditentang habis-habisan. Gerakan semacam itu disebut sebagai sindrom NIMBY (Not In My Back Yard atau jangan letakkan proyek itu di sekitar permukiman saya). Suka atau idak, fasilitas pembangkit tenaga nuklir dalam kamus masyarakat lokal di Amerika Utara (AS dan Kanada) masuk dalam kategori NIMBY.
tu kan yg bener?
Dulu, zaman wak Mat sekolah SR (wak sekolah di SR Neg. 1 ), sekitar tahun '58 s/d '64. Sungai Sugi masih bening. Balik sekolah tak langsung pulang kerumah, tetapi mampir dulu di Hulu Sungai Sugi di samping belakang SR Siantan ( Sekarang SMP 2), mandi-mandi baru pulang. Sungapinya masih jernih dan bening sehingga batu-batu didasar sungai masih bisa dilihat jelas walaupun air sungai lagi penuh. Tak ada sampah dan tak ada kaleng minuman berserakan didasar sungai. Tapi sekarang (Wak pernah pulang sebentar ke Terempa), air sungai sudah hitam, kumuh dan bau. Apakah ini akibat perilaku NIMBY, wak tak tahu lah. Seharusnya Pemda turun tangan membersihkan, bukan hanya lautan dan pantai, sungaipun perlu dibersihkan dan tanggul sungai (river bank)pun harus diperbaiki. Karena sungai Sugi dulu pernah menjadi ciri ota Terempa (Sungai yang memisahkan sebahagian kampung Teluk/pasar dan kampung Tanjung.
BalasHapusYa,seharusnya semuaelemen masyarakat ikut andil dalam menjaga kelestarian lingkungan kita....
BalasHapus