08 Januari 2011

TRINITAS AKAN MELINTAS DI ANAMBAS

Ups...jangan salah interprestasi dulu dengan judul diatas, ini tak ada hubungannya dengan bahasan soal prinsip ketuhanan agama tertentu. Tulisan ini hanya hendak mengabarkan bahwa dalam waktu dekat kelangkaan transportasi udara di Anambas akan segera teratasi seiring mulai beroperasinya Maskapai Trinitas Air di Kabupaten Kepulauan Anambas.

Menurut rencana Trinitas Air yang berkapasitas 22 seat penumpang itu akan mengangkut penumpang dari dan ke Anambas setiap hari (kecuali Minggu) dengan harga tiket Rp.800.000,- Penerbangan dari Tanjung Pinang-Matak setiap hari Senin, Rabu, Jum'at (berangkat pukul 08.00), Matak-Tanjung Pinang setiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu(berangkat pukul 09.25). Matak - Batam setiap hari Senin, Rabu dan Jum'at (berangkat pukul 09.25), dan Batam-Matak setiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu (berangkat pukul 08.00). Sedang untuk pemesanan tiket dapat menghubungi agen di Tarempa di nomor 081364660003, atau agen Tanjung Pinang 077180884677.

Mudah-mudahan dengan adanya penerbangan rutin dari dan ke Anambas ini problem kelangkaan transportasi di Anambas dapat perlahan terpecahkan, dan yang paling penting beroperasinya maskapai Trinitas Air ini mestinya dapat menunjang kelancaran akivitas perekonomian, investasi, dan koordinasi pemerintahan.
Baca Selengkapnya...

KETUA DPRD SINGGUNG SOAL PENAMAAN JALAN

Jika anda bertandang ke kota Tarempa, ibu kota Kabupaten Kepulauan Anambas, dari kejauhan sebelum kapal merapat di dermaga akan terlihat sebuah jembatan di pesisir kota yang panjangnya kira-kira 1,5 km. Tapi jangan ditanya apa nama jembatan itu. Penduduk tempatan lazim memanggilnya jembatan SP.

SP sebetulnya adalah singkatan dari Semen Panjang, nama itu lahir dari spontanitas anak-anak muda yang sering nongkrong disana, karena tak tau bagaimana memanggil jembatan itu.

Hal ini lah agaknya yang membuat Amat Yani, ketua DPRD Anambas angkat bicara soal penamaan jalan dan tempat-tempat strategis di Anambas. Di Kabupaten baru ini khususnya di kota Tarempa bukan hanya jembatan SP yang tak bernama, tetapi juga pelabuhan laut. Sehingga dipanggil dengan sebutan berdasarkan kepemilikan atau penggunaannya. Misalnya pelabuhan yang bisa di gunakan sebagai tempat sandar KM.Bukit Raya disebut sebagai Pelabuhan Bukit Raya. Sedang yang lainnya disebut sebagai Pelabuhan Pemda, karena kebetulan dulu yang membangunnya adalah Pemda Natuna, tukas Yani ketika berbincang dengan penulis suatu ketika. Hal yang sama pernah juga disinggungnya dalam sambutan ketika mengantar pengesahan Ranperda APBD 2011, dan ketika diwawancarai wartawan Haluan Kepri beberapa waktu lalu.

Benar juga apa yang dikatakan politisi muda dari Partai Bulan Bintang itu. Soal nama memang tampaknya sepele, tapi itu menunjukkan identitas kita dan penghargaan kita terhadap karya pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu nama suatu tempat semisal jalan atau pelabuhan kerap dinamai dengan nama pahlawan atau orang-orang berjasa di tempat itu dulunya. Ini selain sebagai bentuk penghargaan terhadap suatu karya juga agar generasi sekarang lebih mengenal asal usul (sejarah) dan tidak lupa dengan jasa para pahlawan atau mereka yang berjasa itu tadi.

Di Anambas ada beberapa nama pahlawan/orang berjasa yang patut direkomendasikan untuk dijadikan nama jalan, jembatan, atau tempat-tempat strategis lainnya. Misalkan nama Ce' Wan Abdul Hayat atau yang bernama asli Lim Tau Kian itu adalah pimpinan pertama di negeri Siantan yang berkuasa pada abad ke XVI. Selain itu ada juga Kari Abdul Malik (Nakhoda Alang) seorang ulama dari Luwu (Sulsel) yang menyebarkan Islam di Siantan dan sekitarnya. Ada juga Opu Tanri Dahing Rilaka, bangsawan Luwu yang merantau ke Siantan, dan kelak anak cucu keturunannya secara turun temurun menjadi Yang Dipertuan Muda Kerajaan Riau. Datuk Dewa Perkasa juga adalah salah satu tokoh yang masyhur tentang peranannya membuka bandar Tarempa. Dalam bidang pendidikan ada pula Haji Muhammad Siantan yang hidup sezaman dengan Syeikh Abdul Malik bin Abdullah Terengganu/Tokku Pulau Manis (1650 M-1149 H/1736 M). Nama lain adalah Abdul Wahab Siantan yang tak lain guru dari pada Raja Ja'far (Yang Dipertuan Muda Riau ke VI). Ada nama Syeikh Abdullah bin Abdul Wahhab Siantan yang pernah mensyarah sebuah karya Syeikh Abdullah bin Muhammad Siantan yang diberi judul Bayanu Syirki li Ilahil Haqqil Maliki. Masih banyak lagi nama lainnya yang tentu saja perlu didiskusikan lebih jauh, sebab beberapa nama kemungkinan debatable tentang peranan dan kedudukannya, tapi yang pasti wacana penamaan jalan dan tempat-tempat strategis di Anambas perlu dikembangkan dan diimplementasikan.
Baca Selengkapnya...

SAATNYA BLOGGING LAGI

Tahun 2010 benar-benar jadi tahun yang sepi dari aktifitas menulis, khususnya di blog pribadi yang tak seberapa ini, namun sudah saya gawangi sejak dua tahun silam. Pasalnya sederhana saja, waktu luang dan koneksi internet yang bagus ngga pernah datang diwaktu bersamaan.

Maklum tahun 2010 adalah tahun pertama saya bekerja secara permanen (bukan paruh waktu). Sebagai anak baru, sudah semestinya saya menunjukkan kinerja yang maksimal. Ini bukan saja soal kompensasi yang Allhamdulillah lebih dari cukup untuk ukuran fresh graduate. Tetapi soal idealisme, ya... idealisme (naif kedengarannya) tapi itulah yang mengantarkan saya mendedikasikan tenaga dan pengetahuan sebagai pelayan publik dikampung halaman tercinta.

Kembali ke soal blogging, Mempertemukan antara mood menulis, waktu dan koneksi internet yang tokcer, ternyata cukup susah dilakoni. Giliran ada ide menulis, waktunya yang tidak memungkinkan karena beban kerjaan yang menumpuk. Pas agak senggang, malah koneksi internet disini yang payah abis.

Tekad Baru di 2011
Di tahun 2011, agaknya koneksi internet di Anambas mulai menunjukkan aura positifnya. Dan yang pasti ngeblog bukan soal mood atau waktu. Tapi konsistensi diri untuk berkreasi dan berbagi informasi.
Baca Selengkapnya...