25 Oktober 2009

SILATURRAHMI DENGAN WAKIL BUPATI NATUNA

Minggu, 18 Oktober pekan lalu mahasiswa Anambas di Bandung mendapat kunjungan istimewa. Raja Amirullah, anak jati Anambas yang saat ini menjabat Wakil Bupati Natuna datang ke Pondokan Putra Datuk Dewa Perkasa yang merupakan sekretariat Keluarga Pelajar Mahasiswa Anambas (KPMA) Bandung. Amir yang datang bersama dua orang staffnya itu mengaku bahwa kehadirannya atas ajakan dari Matari Yasinullah HS, ketua KPMA saat ini. Kunjungan tersebut adalah kali pertama bagi pejabat eksekutif kabupaten Natuna ke asrama mahasiswa Anambas di Bandung pasca pemisahan daerah tersebut dari Natuna.

Namun demikian Amir menegaskan kunjungannya ke asrama mahasiswa Anambas bukan dalam kapasitasnya sebagai wakil Bupati, tetapi hanya sebagai tokoh masyarakat Anambas yang dulu juga pernah menempuh studinya di Bandung. Amir juga menyangkal jika ada yang menyebut silaturrahminya dengan mahasiswa Anambas sebagai kampanye politik jelang Pilkada Anambas tahun depan. Penyandang gelar apoteker itu memang belakangan disebut-sebut sebagai salah satu tokoh yang bakal maju dalam Pilkada Anambas.

Dalam silaturrahmi yang berlangsung sekitar setengah jam itu, Raja Amir berpenampilan cukup santai, ia bahkan berkali-kali tertawa terbahak mengenang masa suatu ia kuliah di Bandung dulu. Ia juga berkali-kali lewat gurauan segar khas masyarakat Melayu Anambas menyinyir kebiasaan-kebiasaan warga Anambas dalam pergaulan sehari-hari. Guyonan Amir yang begitu lepas itupun di sambut tawa sekitar 25 mahasiswa/i yang hadir, seolah tak ada jarak diantara mereka dengan seorang pejabat daerah.

Amir yang sempat menitipkan bantuan sekadarnya kepada mahasiswa Anambas mengajak para mahasiswa bersyukur karena telah diberikan kemudahan fasilitas asrama oleh Pemda setempat. Ia sempat pula menyatakan kekagumannya akan solidarirtas para mahasiswa Anambas, dan berpesan agar mahasiswa sesekali perlu membuat telaahan akademik tentang pembangunan Anambas kedepan.

Kunjungan Amir ke Jawa sebenarnya adalah dalam rangka meresmikan asrama mahasiswa Natuna di Bandung yang berjarak sekitar 3 km dari asrama mahasiswa Anambas. Usai bertemu mahasiswa Anambas Amir segera meluncur ke Jakarta guna menjenguk Bupati Natuna Daeng Rusnadi yang baru saja ditahan KPK beberapa hari sebelumnya.
Baca Selengkapnya...

19 Oktober 2009

AMAT YANI TANDANGI MARKAS MAHASISWA ANAMBAS

Jum'at 16 Oktober 2009 kemarin, anggota DPRD Natuna dari Dapil Anambas yang juga bakal calon ketua DPRD Anambas, Amat Yani bertandang ke kediaman pelajar dan mahasiswa Anambas di Bandung, pondokan Putra Datuk Dewa Perkasa. Amat datang bersama Sekjen Badan Pembentukan dan Penyelaras Kabupaten Kepulauan Anambas (BP2KKA) Wann Saros, dan sejumlah tokoh BP2KKA lainnya Erwin dan Syahril.

Dalam silaturahmi tersebut Amat menuturkan bahwa mahasiswa Anambas sebagai kaum intelektual muda perlu terlibat dalam proses pembangunan di Anambas diantaranya melalui kontribusi pewacanaan dan pemikiran terhadap arah pembangunan Anambas kedepan. Amat juga mengingatkan perlunya mahasiswa bersinergi dengan pemerintah daerah, untuk itu ia meminta para mahasiswa agar tidak segan-segan menyampaikan aspirasi kepada dirinya. Amat juga menekankan bahwa sesekali ide-ide tentang pembangunan Anambas agar bisa dikomunikasikan dengan pejabat di daerah, termasuk kemungkinan memanfaatkan media massa lokal.

Sedang Wann Saros yang juga menekankan hal senada, menambahkan bahwa tokoh-tokoh muda memiliki kelebihan tersendiri bilamana berdialog dengan mahasiswa. Jarak usia yang tak terlalu jauh memungkinkan mereka dapat lebih komunikatif. Sehingga apa yang ingin di disampaikan dapat ditanggapi secara lebih responsif. Wann juga sempat berdiskusi tentang perjalanan kabupaten Kepulauan Anambas setahun ini dan rencana Pilkada tahun depan. Ia secara lugas menginginkan agar yang berkompetisi nanti adalah putra-putra lokal terbaik Anambas, sehingga siapapun yang menang berarti juga adalah kemenangan sesama saudara.

Matari Yasinullah HS yang saat ini menjabat sebagai ketua Keluarga Pelajar Mahasiswa Anambas (KPMA) Bandung, sekaligus Sekjen Forum Komunikasi Mahasiswa Anambas Se-Indonesia sempat pula menuturkan tentang harapan-harapan mahasiswa kepada Amat Yani tentang persoalan di Anambas dewasa ini semisal mengenai listrik dan ketenagakerjaan. Ia juga menyinggung soal kebutuhan mahasiswa Anambas tentang pengadaan asrama permanen agar bisa direalisasikan, jika memang nanti keadaan keuangan pemerintah Kepulauan Anambas telah memungkinkan untuk itu.

Silaturahmi yang berlangsung selama kurang lebih satu setengah jam itu berlangsung sangat akrab dan penuh suasana kekeluargaan dengan dihadiri oleh sekitar 15 orang anggota KPMA dari sekira 60 anggota. Sebelum meninggalkan pondokan Putra, Amat sempat pula berpesan agar mahasiswa lebih giat dalm menuntut ilmu sambil memberikan bantuan sekadarnya kepada pengurus KPMA Bandung.
Baca Selengkapnya...

17 Oktober 2009

70 MAHASISWA KEPRI DI BANDUNG TERIMA BEASISWA

Sebanyak 70 orang mahasiswa asal Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) di Bandung menerima beasiswa dari Pemerintah Provinsi Kepri. Penyerahan beasiswa tersebut dilakukan berbarengan dengan acara halal bilhalal dan silaturrahmi warga Bandung asal Kepri dengan Gubernur Kepri Ismeth Abdullah pada Kamis 15 Juli 2009 lalu.

Dalam perhelatan yang berlangsung cukup meriah itu, turut hadir pula Aida Ismeth Abdullah anggota DPD asal provinsi Kepri, Nur Syafriadi ketua DPRD Provinsi Kepri, dan sejumlah jajaran pemerintahan provinsi Kepulauan Riau.

Program beasiswa yang dibagikan Pemrov Kepri tersebut merupakan program beasiswa yang diadakan setiap tahunnya sejak tiga tahun lalu. Namun selama dua tahun belakangan ini guna memudahkan penyeleksian bagi calon penerima beasiswa, Pemrov Kepri bekerja sama dengan warga Bandung asal Kepri yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Provinsi Kepulauan Riau (IKPKR) Bandung.

Drg. Sufiyar, ketua umum IKPKR menuturkan bahwa dalam penyeleksian tersebut ditemukan beberapa mahasiswa yang terbukti menyampaikan data secara tidak benar semisal melakukan mark up nilai. Untuk itu tim penyeleksi IKPKR terpaksa melakukan verikasi di kampus masing-masing pemohon.

Pada tahun 2009 ini tak kurang dari 70 mahasiswa asal Kepri dari berbagai jenjang pendidikan yang menerima beasiswa. Adapun nominal yang diterima untuk mahasiswa dari program D3 Rp 3.000.000,- tiap mahasiswa, sedang untuk jenjang S1 menerima Rp 3.500.000,- , dan Rp. 4.000.000,- untuk mahasiswa program S2.
Baca Selengkapnya...

11 Oktober 2009

SEKTOR SWASTA DI ANAMBAS MULAI BERGELIAT

Setahun pasca pembentukan kabupaten Kepulauan Anambas, sektor swasta disini mulai menunjukkan perkembangan yang signifikan. Jika pemerintah setempat kerap kalang kabut karena dana APBD yang terlambat cair, maka tak demikian dengan pelaku usaha disini. Para pengusaha lokal tampak sigap membangunkan denyut nadi perekonomian meski penuh dengan berbagai keterbatasan.

Sektor yang mulai nampak ramai dilirik pengusaha lokal diantaranya adalah hotel dan penginapan. Saat ini di Tarempa, ibukota kabupaten Kepulauan Anambas sudah tersedia bermacam hotel dengan fasilitas yang beragam mulai dari kelas penginapan biasa yang tarifnya 100-120 ribu Rupiah permalam, sampai yang kelas delux yang seharinya bisa mencapai 450 ribu Rupiah. Selain hotel sejumlah usaha kos-kosan dan rumah sewa juga mulai menjamur.

Kondisi kota Tarempa saat ini tampak semakin padat, seiring banyaknya bangunan beton bertingkat yang baru, mulai dari Ruko sampai rumah tinggal. Memang sejak lama Tarempa memiliki keterbatasan rumah tinggal dan tempat usaha, sehingga mengakibatkan harga-harga sewa rumah maupun toko meningkat tajam. Namun rencananya dalam waktu dekat di kawasan Batu Tambun akan dibangun Perumahan Legenda Siantan yang untuk tahap awal mencapai 120 unit rumah dengan berbagai tipe.

Selain rumah, berbagai industri kecil dan menengah juga mulai bergeliat. Industri pembuatan bata merah dan batako misalnya mulai kebanjiran pesanan, bahkan karena tingginya permintaan akan bata merah dan batako sedang produksi mereka belum dapat memenuhi semua permintaan warga, akibatnya sejumlah bata terpaksa didatangkan dari luar Anambas.

Selain itu jumlah kendaraan bermotor di Anambas juga menunjukkan penambahan yang berarti hingga lalu lintas di kota Tarempa tampak padat dan mulai semrawut.

Tak hanya investasi lokal, pengusaha dari luar Tarempa juga mulai tertarik dengan kabupaten ini, beberapa waktu lalu mantan ketua DPR-RI, Agung Laksono sempat mengunjungi Anambas sembari ditemani sejumlah investor dari Malaysia. Mareka, para investor itu tertarik dengan kondisi pulau-pulau dan laut Anambas yang mempunyai pemandangan sangat indah.

Namun sayangnya seperti juga lazim terjadi di banyak daerah di Indonesia, persoalan listrik masih menjadi kendala. Banyaknya warga yang mengeluhkannya, karena bukan saja menghambat aktivitas pembangunan fisik yang mulai tumbuh tetapi juga kerap menimbulkan kerugian pada macam aktivitas ekonomi yang sudah ada.
Baca Selengkapnya...

10 Oktober 2009

PARTISIPASI DAN URGENSI KETERSEDIAAN PUBLIC SPHERE BAGI DAERAH OTONOM BARU

Upaya membentuk pemerintahan yang partisipatif telah menjadi suatu cita-cita besar dalam reformasi pelayanan publik di Indonesia sejak satu dekade silam. World Bank mengidentikasikan partisipasi sebagai salah satu prinsip yang harus ditaati guna mencapai apa yang mereka namai good governance. Menurut Agustino (2006) asumsi yang mendasari pentingnya partisipasi publik tidak lain adalah karena yang paling tahu tentang apa yang diperlukan publik adalah publik itu sendiri. Selain itu menurutnya partisipasi publik juga menjadi ciri utama dalam konsep human-centered development. Oleh karenanya tak heran jika Utomo (2007) menegaskan bahwa esensi otonomi daerah adalah apalagi kalau bukan hendak merubah warga government yang bertitik tekan pada otoritas kepada governance yang bertitik tekan pada interaksi (civil society, privat sector, dan pemerintah).

Namun demikian dalam banyak kasus di daerah otonom baru, partisipasi publik menjadi hal yang langka. Publik lebih banyak dalam posisi menunggu tindakan aparatur pemerintah ketimbang bersama-sama menjadi pemrakarsa bagi pemecahan macam ragam persoalan publik yang sedang dihadapi. Rendahnya partisipasi pada daerah mekaran baru ternyata bukan disebabkan skeptisisme dan apatisme publik tetapi seringkali justru karena ketiadaan ruang publik (public sphere) yang memunginkan publik bebas menyampaikan gagasan, ide bahkan kritik dalam suatu proses interaksi berdiri sama tinggi duduk sama rendah. Lalu, bagaimana dengan prospek partisipasi dan ketersediaan public sphere di kepulauan Anambas?

Partisipasi Pada Priode Advokasi Pembentukan KKA

Jika ditilik kembali kontribusi warga masyarakat dalam proses advokasi kabupaten Kepulauan Anambas, maka rumusan yang adil adalah dengan mengatakan bahwa peranan masyarakat amat kontributif. Anambas tidak lahir dari gang-gang sempit yang didominasi dari sekelompok elit, tetapi lahir dari suatu keresahan sosial yang menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan publik. Elit kemudian menginterpretasikannya dalam gerakan advokasi yang terencana dengan partisipasi penuh dari publik yang nyaris tanpa motivasi materi. Setidaknya hal inilah yang penulis temui dari hasil penelitian tesis tentang peranan masyarakat dalam advokasi kebijakan pemekaran Anambas yang baru saja diselesaikan beberapa waktu lalu.

Tentu bukan kali yang tepat untuk menguraikannya secara holistik dan terfokus. Tetapi message yang ingin dipetik adalah kereleaan publik untuk berbuat pada priode advokasi pembentukan Anambas adalah suatu modal sosial yang dapat dikonversikan dalam bentuk partisipasi publik yang lebih konstruktif pada masa sekarang dan masa-masa yang akan datang. Baik partisipasi yang muncul dalam ranah proses kebijakan, kontrol sosial, dukungan finansial dalam bentuk pajak dan retribusi, maupun upaya-upaya dalam menemukan alternatif kebijakan bagi segenap permasalahan publik yang paling riskan sedang dihadapi masyarakat Anambas hari ini semisal listrik dan air bersih.

Pentingnya Ketersediaan Ruang Publik
Ihwal ketersediaan public sphere tentu menjadi amat penting untuk mengakomodasi suara publik. Ketiga domain governance (civil society, privat sector, dan pemerintah) memiliki tanggung jawab yang sama untuk menghadirkan ruang publik. Asril Masbah misalnya lewat media Anambas Pos telah memulainya secara elegan. Walau independensi dan perbaikan sistem distribusinya masih harus kita nantikan bersama.

Selain media cetak, hemat penulis ruang publik yang sesuai dengan geografis Anambas adalah radio lokal. Media yang satu ini relatif murah tetapi mampu bergerak secara cepat. Lewat gelombang elektromagnetik, radio memungkinkan suara publik di sebuah desa terpencil dapat didengar oleh pejabat pemerintahan yang tentu memiliki keterbatasan daya untuk menjangkau seluruh pulau setiap harinya.

Radio juga memungkinkan pihak-pihak terkait non pemerintah terbantukan lewat informasi yang diberikan publik. Pengalaman Radio Magarita di Bandung, Jawa Barat lewat unit BURAS (Back Up Room Rapidity Approaching Sources)nya yang berfungsi sebagai unit gerak cepat untuk melaporkan kejadian di lapangan dan kemudian menghubungi pihak yang terkait dan bertanggungjawab dalam menyelesaikan masalah agaknya dapat dijadikan contoh. Tak hanya publik pemerintah daerahpun akan terbantukan dalam rangka mengoptimalkan impelementasi program-program sarat partisipasi, semisal program keluarga berencana, pemungutan pajak tertentu, penjagaan kebersihan lingkungan laut, dan lain sebagainya.

Tool lainnya yang sesuai untuk diaplikasikan di wilayah Anambas yang notabene penduduknya terpencar-pencar dalam banyak pulau adalah pemanfaatan media bebas hambatan (internet). Website yang digagas pemerintah di banyak daerah terbukti sangat efektif tidak hanya bagi kepentingan untuk menyerap keluh kesah publik tetapi juga memperpendek rantai birokrasi. Pemkab Kepulauan Anambas sebenarnya jauh hari telah menautkan eksistensinya di dunia maya lewat situs anambaskab.go.id, sayangnya situs tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal. Bahkan updating-nya masih jauh kalah dibanding blog-blog pribadi yang ditulis warga dan mahasiswa-mahasiswa Anambas di perantauan.

Tak kalah penting adalah media konvensional seperti forum warga juga layak ditumbuhkembangkan terutama di desa-desa. Forum warga memungkinkan berbagai komunitas dan kepentingan duduk satu atap untuk satu tujuan yang sama yakni mencari penyelesaian bagi persoalan-persoalan publik kontemporer. Pemerintah disini bukan pihak yang mendiktekan ide atau sebaliknya pihak yang terhakimi atas berbagai problematika publik, tetapi pemerintah adalah bagian dari publik itu sendiri.

Akhirnya, kita tentu bersepakat sebagaimana juga telah ditasbihkan peraturan perundang-undangan bahwa kebijakan otonomi daerah secara substansial diarahkan untuk mempercepat kesejahteraan masyarakat yang diantaranya dicapai melalui peningkatan peran serta masyarakat (baca: partisipasi). Sedang partisipasi publik hanya mungkin eksis jika ruang untuk berpartisipasi secara demokratis, akomodatif dan responsif juga eksis.

Betapapun upaya membangun public awareness atau dalam istilah Bung Hatta disebut keinsyafan rakyat yang diantaranya dapat dicapai melalui penyediaan ruang publik tidak boleh luput dari perhatian kita semua (terutama pemerintah daerah) ditengah-tengah derasnya pembangunan sarana dan prasarana fisik di kabupaten yang amat kita cintai ini. Semoga..

Sebelumnya telah dimuat di Koran Umum Anambas Pos, edisi Oktober 2009.
Baca Selengkapnya...